BALIKBUKIT - Menyambut Tahun Baru Islam 1447 H, Kantor Kementerian Agama Kabupaten Lampung Barat menegaskan kembali komitmen terhadap kelompok rentan melalui partisipasi aktif dalam kegiatan nasional Peaceful Muharam: Lebaran Yatim dan Difabel 2025. Kegiatan yang berlangsung secara virtual ini dilaksanakan serentak di seluruh Indonesia sebagai refleksi atas semangat 10 Muharam, yang selama ini dikenal sebagai Hari Lebaran Anak Yatim.
Di Lampung Barat, kegiatan ini digelar di Ruang Rapat Kankemenag setempat dan diikuti oleh Aparatur Sipil Negara (ASN), para kepala madrasah, Penyelenggara Zakat dan Wakaf, serta sejumlah anak yatim dan perwakilan lintas agama.
Plt. Kepala Kemenag Lampung Barat, Miftahus Surur, menekankan bahwa kegiatan ini bukan semata seremoni tahunan, melainkan bagian dari kerja nyata untuk membangun peradaban yang inklusif. Ia menyebut bahwa yatim dan difabel adalah dua kelompok yang paling kerap terpinggirkan dari kebijakan dan program pembangunan.
“10 Muharam mengandung pesan spiritual dan sosial yang sangat dalam. Ini bukan sekadar hari santunan, tapi momentum menegaskan hak-hak mereka yang kerap luput dari prioritas pembangunan,” ujarnya.
Kegiatan ini juga merupakan bentuk implementasi dari arah kebijakan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025 - 2029 yang menekankan pentingnya peningkatan keadilan sosial berbasis kesetaraan dan inklusi. Di dalamnya, tercantum komitmen pemerintah untuk menciptakan sistem perlindungan sosial adaptif, terutama bagi kelompok marginal seperti anak-anak yatim dan penyandang disabilitas.
Miftahus menambahkan, Kemenag melalui Direktorat Pemberdayaan Zakat dan Wakaf juga menggandeng BAZNAS, Lembaga Amil Zakat (LAZ), serta Lembaga Keuangan Syariah Penerima Wakaf Uang (LKS-PWU) untuk memperkuat sistem kolaboratif dalam mendistribusikan manfaat zakat dan wakaf secara lebih strategis.
“Zakat dan wakaf tidak boleh berhenti di penyaluran. Harus menjadi bagian dari sistem perlindungan sosial yang memberi ruang partisipasi dan peluang tumbuh bagi semua anak, tanpa kecuali,” tegasnya.
Menurut dia, Peaceful Muharam harus menjadi momentum untuk mengubah cara pandang bahwa memberi kepada yatim dan difabel bukan tindakan belas kasih, melainkan pengakuan atas hak. Kesetaraan, kata Miftahus, adalah prinsip dasar dalam Pancasila yang harus diwujudkan dalam kebijakan dan praktik kehidupan berbangsa.
“Kami ingin memastikan bahwa keadilan bukan pemberian, tapi hak. Kegiatan ini harus memicu keberpihakan jangka panjang, termasuk dalam kebijakan pendidikan, kesehatan, dan perlindungan hukum bagi kelompok rentan,” ujarnya.
Dengan partisipasi ASN dan berbagai elemen masyarakat, Peaceful Muharam 2025 diharapkan dapat memantik kesadaran kolektif untuk memperluas ruang keadilan sosial secara nyata. Melalui kegiatan ini, Kemenag Lampung Barat juga mendorong madrasah, penyuluh agama, serta tokoh masyarakat untuk aktif dalam literasi sosial dan advokasi perlindungan anak.
“Ini bukan akhir, tapi titik tolak. Kita ingin bangun lingkungan yang benar-benar inklusif, dari madrasah hingga rumah ibadah, dari pemerintah hingga masyarakat. Semua punya peran,” tutup Miftahus. (edi/lusiana)