RADARLAMBAR.BACAKORAN.CO - Rencana pembangunan peternakan babi berskala besar di Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, memicu polemik nasional. Proyek dengan nilai investasi mencapai Rp10 triliun itu menuai gelombang penolakan dari masyarakat setempat, hingga akhirnya Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Tengah mengeluarkan fatwa haram terhadap pendirian peternakan tersebut.
Investasi tersebut direncanakan akan dilakukan oleh PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk, yang telah melakukan kajian awal dan menilai Desa Jugo, Kecamatan Donorojo, sebagai lokasi strategis. Faktor geografis, keberadaan pelabuhan, serta ketersediaan pakan jagung menjadi pertimbangan utama perusahaan untuk menanamkan investasi besar di kawasan ini.
Namun, proyek ini berbenturan langsung dengan nilai-nilai keagamaan masyarakat Jepara yang mayoritas beragama Islam. Penolakan warga meluas dan menjadi pertimbangan serius bagi pemerintah daerah dalam mengambil keputusan. Situasi ini kian kompleks ketika perusahaan pengusul sempat mengajukan permohonan pertimbangan keagamaan ke MUI, namun respons warga mendorong lembaga tersebut untuk mengeluarkan fatwa.
MUI Jawa Tengah secara resmi menetapkan fatwa haram terhadap pendirian peternakan babi tersebut melalui Keputusan Nomor: Kep.FW.01/DP-P.XII/SK/VIII/2025 yang dirilis pada 1 Agustus 2025. Fatwa ini tidak hanya melarang aktivitas peternakan, tetapi juga mencakup semua bentuk keterlibatan, mulai dari pekerja hingga pihak yang membantu secara langsung maupun tidak langsung.
Pemerintah daerah merespons dengan berhati-hati. Bupati Jepara Witiarso Utomo menegaskan bahwa pemerintah menghormati pandangan keagamaan dan akan mengikuti arahan dari MUI serta organisasi keagamaan lain seperti Nahdlatul Ulama. Di sisi lain, pemerintah tetap menyatakan terbuka terhadap investasi yang tidak bertentangan dengan nilai-nilai lokal.
Di tingkat provinsi, Wakil Gubernur Jawa Tengah mengusulkan solusi berupa relokasi proyek ke wilayah lain yang lebih memungkinkan. Sementara itu, di level nasional, Anggota DPD RI asal Jawa Tengah, Abdul Kholik, mendorong agar pemerintah aktif mencari jalan tengah. Menurutnya, proyek ini bisa diarahkan ke pasar ekspor atau komunitas non-muslim, serta ditempatkan di wilayah yang tidak menimbulkan resistensi sosial.
Polemik ini menyoroti pentingnya keseimbangan antara kepentingan ekonomi dan nilai-nilai kultural dan religius masyarakat. Meskipun menawarkan potensi ekonomi besar, proyek peternakan babi ini memperlihatkan bahwa investasi di daerah harus memperhatikan sensitivitas lokal agar tidak menimbulkan konflik sosial yang lebih luas. (*)
Kategori :