Radarlambar.bacakoran.co– Proses riset dan pemugaran Situs Gunung Padang di Cianjur, Jawa Barat, terus berjalan meski masih berada di tahap awal.
Sejumlah temuan baru mulai menggelitik rasa ingin tahu para peneliti, terutama mengenai orientasi bangunan situs megalitikum terbesar di Asia Tenggara itu.
Sejak Agustus lalu, Kementerian Kebudayaan membentuk Tim Kajian dan Pemugaran Situs Cagar Budaya Peringkat Nasional Gunung Padang melalui Surat Keputusan (SK) yang ditandatangani Menteri Kebudayaan Fadli Zon. SK tersebut menunjuk arkeolog Universitas Indonesia, Ali Akbar, sebagai ketua tim.
Ali menyebut hasil survei terbaru menunjukkan adanya kemungkinan orientasi bangunan tidak hanya ke arah utara, sebagaimana selama ini diyakini, tetapi juga ke barat, timur, bahkan selatan. Temuan ini dapat memengaruhi rencana pemugaran.
“Selama ini kita berasumsi depan bangunan menghadap utara karena ada Gunung Gede dan Pangrango sebagai simbol pemujaan kekuatan alam. Namun, survei memperlihatkan jalur ke barat, timur, dan selatan yang cukup signifikan,” ujar Ali, Selasa (9/9).
Arah barat menghadap ke Gunung Karuhun, arah timur berhubungan dengan tradisi memuliakan matahari terbit, sementara arah selatan mengarah ke punggungan bukit yang terhubung dengan area situs. Tim kini juga meneliti kemungkinan keterkaitan situs dengan tanda langit, seperti rasi bintang dan fenomena Gerhana Bulan.
Selain orientasi, tim menemukan goresan pada sejumlah batu di kompleks situs. Penelitian lanjutan akan menentukan apakah goresan itu alami atau merupakan simbol buatan manusia sebelum aksara dikenal.
Lebih dari 100 peneliti lintas disiplin terlibat dalam riset ini, meliputi geologi, arsitektur, geodesi, geofisika, petrologi, tradisi lisan, sejarah, hingga arkeologi. Saat ini, kajian masih berfokus pada bentuk situs, sebelum hasilnya dituangkan dalam model tiga dimensi dan dipresentasikan ke forum akademik sebagai dasar rencana pemugaran.
Situs Gunung Padang telah diteliti sejak era kolonial Belanda dan kini ditetapkan sebagai Cagar Budaya Peringkat Nasional. Berusia ribuan tahun, situs ini mengalami kerusakan alami seperti batu yang patah dan runtuh, sehingga pemugaran dinilai mendesak demi menjaga kelestariannya.