Lestarikan Warisan Budaya, BPK Wilayah VII Konservasi Rumah Adat Lamban Pesagi

BPK Wilayah VII Melaksanakan Kegiatan Konservasi Terhadap Cagar Budaya Lamban Pesagi. Foto Dok--
BALIKBUKIT - Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah VII (BPK VII) melaksanakan kegiatan konservasi terhadap Cagar Budaya Lamban Pesagi, yang telah ditetapkan oleh Surat Keputusan Bupati Lampung Barat Nomor: B/259/KPTS/III.01/2023 sebagai Cagar Budaya bersama Situs Batu Berak dan Situs Batu Jagur.
Bangunan Lamban Pesagi merupakan satu rumah adat bersejarah yang berada di Pemangku Sukadana Pekon Kenali Kecamatan Belalau berusia sekitar 371 tahun yang menyimpan informasi tentang teknik arsitektur tradisional dan hiasan arsitektur lokal, melambangkan masyarakat masa lampau yang menjunjung tinggi gotong royong dan kerukunan sehingga menjadi warisan budaya masyarakat Lampung Barat dan telah ditetapkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 2014 sebagai warisan Budaya Tak Benda Indonesia dengan kategori Kerajinan dan Kemahiran Tradisional.
Plt Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Lampung Barat, Nowo Wibawono, M.Pd., melalui Kepala Bidang Kebudayaan Riady Andrianto, S.H., mengungkapkan bahwa kegiatan konservasi ini berlangsung selama enam hari, mulai tanggal 27 April hingga 2 Mei 2025, dengan personil yang bertugas Sugrahanudin (Teknisi Pelestari Cagar Budaya, Halimi Fathan, Heru Susasnto, M. Hatta Irawan (Pamong Budaya Ahli Pertama) dan Anisa Tri Utami (Pengelola Kepegawaian).
Dijelaskannya, BPK VII merupakan unit pelaksana teknis dari Kementerian Kebudayaan yang bertugas melakukan pelestarian Cagar Budaya dan Objek Pemajuan Kebudayaan di wilayah kerja Provinsi Bengkulu dan Provinsi Lampung. “Konservasi ini merupakan bagian dari upaya pelestarian yang bertujuan mencegah pelapukan dan kerusakan material pada bangunan Cagar Budaya Lamban Pesagi,” ungkap Riady Andianto, Selasa (29/4/2025).
Menurut dia, tahapan konservasi Lamban Pesagi dimulai dari identifikasi kerusakan material kayu, dilanjutkan dengan tindakan konservasi preventif dan kuratif, serta kegiatan monitoring pasca konservasi. Fokus utama konservasi ini adalah pada perawatan material bangunan yang terbuat dari kayu, mengingat material tersebut rentan terhadap kerusakan akibat faktor alam maupun biologis.
Lanjut dia, langkah konservasi dilakukan melalui tahapan pembersihan, pengawetan, dan konsolidasi. Pembersihan dilakukan secara mekanis menggunakan alat bantu seperti kuas dan amplas untuk mengangkat debu serta membuka pori-pori kayu. Selanjutnya, tahap pengawetan bertujuan melindungi kayu dari serangan serangga, jamur, dan organisme lain yang dapat merusak struktur kayu.
“Dalam kegiatan ini, BPK VII menggunakan bahan-bahan alami seperti tembakau, cengkeh, dan pelepah pisang untuk proses pengawetan. Sementara itu, tindakan konsolidasi dilakukan pada bagian kayu yang mengalami kerusakan signifikan, seperti retakan dan lubang berukuran besar,” tegas dia.
Seraya menambahkan, bahan yang digunakan dalam proses ini antara lain serbuk kayu dan lem PVAc, yang berfungsi untuk mengisi dan memperkuat struktur kayu yang rapuh.
“Melalui kegiatan ini, BPK Wilayah VII dan Pemerintah Daerah Lampung Barat berharap Cagar Budaya Bangunan Lamban Pesagi dapat tetap lestari dan menjadi sumber pengetahuan serta kebanggaan budaya masyarakat Lampung Barat khususnya dan masyarakat Indonesia pada umumnya untuk generasi di masa mendatang,” pungkas dia. *