RADARLAMBAR.BACAKORAN.CO – Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara (Danantara) tengah menyiapkan dua opsi strategis untuk menyelesaikan beban utang proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung (KCJB) yang hingga kini masih menekan kinerja keuangan PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI.
Chief Operating Officer BPI Danantara, Dony Oskaria, menjelaskan bahwa pemerintah bersama BPI sedang mengkaji langkah terbaik agar keberlanjutan proyek strategis nasional itu tetap terjaga tanpa memperburuk kondisi fiskal maupun neraca BUMN. Dua opsi yang disiapkan adalah penyertaan modal tambahan ke KAI atau pengambilalihan infrastruktur kereta cepat oleh pemerintah.
Menurut Dony, KAI melalui anak usahanya, PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC), sebenarnya mulai menunjukkan tren positif. Rata-rata penumpang harian Whoosh kini mencapai 20 ribu hingga 30 ribu orang. Namun, peningkatan kinerja operasional tersebut belum sepenuhnya diimbangi dengan perbaikan keuangan, mengingat beban utang yang masih tinggi.
“Kami memperhatikan keberlanjutan KAI karena KCIC adalah bagian dari KAI. Jadi kami mencari solusi yang paling ideal agar beban finansialnya tidak berlarut-larut,” ujar Dony di sela acara di Jakarta Convention Center (JCC) Senayan, Kamis (9/10).
Opsi pertama, kata Dony, adalah menambah penyertaan modal negara (PMN) atau suntikan ekuitas ke KAI. Langkah ini memungkinkan BPI Danantara memperkuat struktur permodalan perusahaan agar mampu menanggung kewajiban jangka panjang yang timbul dari proyek KCJB.
Opsi kedua yang tengah dikaji adalah skema pengambilalihan aset infrastruktur oleh pemerintah, di mana aset fisik seperti jalur dan fasilitas pendukung kereta cepat akan dikelola negara, sementara KAI dan KCIC hanya berperan sebagai operator. Model ini serupa dengan pengelolaan jaringan perkeretaapian konvensional, di mana aset dimiliki oleh pemerintah sedangkan operasi dilakukan oleh BUMN.
“Dua opsi ini sedang kami tawarkan ke pemerintah. Semuanya masih dalam tahap kajian, dan kami akan lihat mana yang paling efisien untuk jangka panjang,” tambah Dony.
Proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung merupakan hasil kerja sama antara Indonesia dan China melalui PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC). Struktur kepemilikan sahamnya terdiri atas PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) yang memegang 60 persen saham dan Beijing Yawan HSR Co Ltd dengan 40 persen. PSBI sendiri merupakan konsorsium sejumlah BUMN — KAI memegang 51,37 persen, PT Wijaya Karya (Persero) Tbk 39,12 persen, PT Perkebunan Nusantara I 1,21 persen, dan PT Jasa Marga (Persero) Tbk 8,30 persen.
Sebesar 75 persen pembiayaan proyek berasal dari pinjaman China Development Bank (CDB), sementara sisanya dari setoran modal para pemegang saham. Struktur pendanaan inilah yang kini menjadi perhatian, mengingat beban pembayaran pinjaman dan bunga mulai menekan KAI sebagai induk usaha PSBI.
Sejak resmi beroperasi pada Oktober 2023, Kereta Cepat Whoosh telah menjadi simbol kemajuan infrastruktur transportasi nasional, namun juga menjadi ujian bagi tata kelola proyek besar BUMN. Pemerintah kini dituntut menyeimbangkan antara menjaga keberlanjutan investasi dengan memastikan proyek tersebut tidak menjadi beban fiskal jangka panjang.
BPI Danantara, sebagai lembaga pengelola investasi milik negara, akan memainkan peran penting dalam merumuskan skema terbaik. Baik melalui restrukturisasi keuangan maupun pemisahan aset, langkah ini diharapkan dapat memperkuat posisi KAI dan memastikan proyek kereta cepat pertama di Asia Tenggara itu tetap menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi wilayah Jawa Barat dan sekitarnya.(*/edi)