Radar Lambar - Menindaklanjuti diwajibkan untuk dilakukan Pemungutan Suara Ulang (PSU) di Tempat Pemungutan Suara (TPS) di Kabupaten Lampung Barat, yakni TPS 04 di Pekon Giham Sukamaju Kecamatan Sekincau katena terjadinya pelanggaran adanya oknum istri dari pejabat di lingkungan Pemkab Lampung Barat, menggunakan hak pilihnya di TPS tersebut diluar ketentuan.
Bahkan Komisioner KPU Lampung Barat Divisi Teknis Penyelenggaraan Pemilu Syarif Ediansyah, SHI, MM., angkat bicara membenarkan, bahwa TPS tersebut akan dilakukan PSU, yang dijadwalkan Sabtu 24 Februari 2024.
Menuai pertanyaan di masyarakat. Pasalnya kenapa hal tersebut dapat terjadi padahal petugas jelas-jelas mengetahui dan dapat memberikan larangan jika memang dianggap menyalahi ketentuan.
Berdasarkan keterangan sumber informasi yang enggan di sebutkan namanya menyebutkan oknum istri pejabat tersebut, merupakan petugas tenaga kesehatan (Nakes) Puskesmas Sekincau, yang pada saat pencoblosan 14 Februari sedang menjalankan tugas patroli kesehatan di TPS-TPS.
Karena merasa memiliki hak suara dalam menentukan pilihan, nakes tersebut menanyakan kepada kepala pemangku perihal diperbolehkan ataukah tidak dirinya menyalurkan hak suara di TPS 4 dengan mengunakan KTP Elektronik.
Dan atas pertanyaan itu kepala pemangku mempersilahkan untuk bertanya ke petugas KPPS. Dan saat sang nakes bertanya kepada petugas KPPS. Dari koordinasi itu petugas memberikan izin melakukan pencoblosan, namun hanya menyerahkan dua surat suara yakni untuk surat suara pemilihan presiden-wapres serta DPR RI.
Dan karena kekurangan pahaman si pemilih, saat di berikan dua surat suara dia sempat menanyakan surat suara lainnya untuk DPD RI , DPR Provinsi dan Kabupaten/kota layaknya pemilih lain.
Atas kejadian tersebut pihaknya mempertanyakan jika hak suaranya dianggap menyalahi dan terpaksa di lakukan PSU, apakah petugas seperti KPPS maupun panwas pekon tidak memberikan penjelasan jika hal itu menyalahi melainkan justru mengizinkan dengan memberikan surat suara.
Artinya kata dia jika itu dianggap suatu permasalahan jelas ini menjadi suatu pertanyaan bahkan patut ditindaklanjuti untuk menemukan kebenarannya.
Pertama kalau memang itu dianggap menyalahi ketentuan, kenapa petugas baik itu KPPS ataupun panwas pekon memberikan izin untuk mengikuti pencoblosan.
Dan perihal keduanya perlu di pertanyakan seperti apa sosialisasi tentang tata cara pemilu kepada masyarakat termasuk larangan warga yang tidak boleh mencoblos sehingga dapat diberikan pencegahan.
"Kejadian ini cukup janggal, apa karena minimnya sosialisasi dari petugas atau karena kurang pahamnya petugas itu sendiri," keluhnya.
Terpisah Ketua PPK Sekincau memastikan atas kejadian tersebut akan dilakukan TPS dan pelaksanaannya akan di lakukan sesuai dengan arahan bawaslu. "Karena pemilih tersebut
Daftar Pemilih Tambahan (DPTb) atau Daftar Pemilih Khusus (DPK) sehingga dilakukan PSU yang lokasinya di tempat semula," ujarnya.
Disinggungnya dari keterangan pihak KPPS dan PTPS diberikannya hak pilih kepada sang pemilih yang berstatus tenaga medis tersebut, karena pihak tersebut memaksa untuk menyalurkan hak suara. Dan untuk mencegah munculnya masalah karena kebetulan petugas dalam kondisi sibuk maka tetap di berikan hak milih dengan dua surat suara. (*)