Pimpinan KPK Bertemu Menko Yusril Bahas RUU Perampasan Aset dan Reformasi Layanan Imigrasi
Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengadakan pertemuan dengan Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, pada Kamis (7/11/2024)./Foto:dok/net--
Radarlambar.bacakoran.co - Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengadakan pertemuan dengan Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, pada Kamis (7/11/2024). Dalam pertemuan tersebut, Ketua KPK Sementara, Nawawi Pomolango, didampingi oleh Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron, dan Johanis Tanak, menyampaikan ucapan selamat kepada Yusril atas pelantikannya sebagai Menko di Kabinet Indonesia Maju.
Pertemuan ini tidak hanya sebagai ajang silaturahmi, tetapi juga menjadi kesempatan untuk membahas sejumlah isu penting, termasuk pembahasan RUU Perampasan Aset yang selama ini tertunda di DPR. RUU tersebut dianggap krusial dalam upaya pemberantasan korupsi dan pengelolaan aset yang terkait dengan tindak pidana korupsi.
Nawawi Pomolango, dalam kesempatan tersebut, menegaskan bahwa RUU Perampasan Aset sangat penting bagi KPK untuk memperkuat upaya penegakan hukum dalam pemberantasan korupsi. Pembahasan RUU ini sempat tertunda pada periode legislatif sebelumnya, namun KPK berharap agar pembahasan dapat dilanjutkan dan diselesaikan pada periode DPR yang baru ini.
Menanggapi hal tersebut, Menko Yusril menjelaskan bahwa pemerintah telah mengirimkan surat presiden kepada DPR mengenai RUU ini dan saat ini sedang menunggu jadwal pembahasan lebih lanjut. Bahkan, dirinya berharap RUU itu segera dibahas dan jika sudah disampaikan kepada DPR, pemerintah tidak akan menariknya.
Sebagai Menko, Yusril menegaskan komitmennya untuk mengoordinasikan berbagai pihak, termasuk Kementerian Hukum dan lembaga terkait lainnya, guna memastikan proses legislasi berjalan lancar. Selain itu, pihaknya akan bekerja sama untuk memastikan terwujudnya kepastian hukum yang mendukung pertumbuhan ekonomi dan mendorong perubahan positif dalam penegakan hukum.
Selain membahas RUU Perampasan Aset, pertemuan ini juga mengangkat isu lain, salah satunya adalah keluhan dari warga negara asing (WNA) terkait kesulitan dalam pengurusan Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS) di Indonesia. Bahkan, banyak WNA yang mengeluhkan proses yang terkesan berbelit-belit serta memakan waktu lama.
Menanggapi hal ini, Yusril menjelaskan bahwa proses pengajuan izin tinggal bagi tenaga kerja asing memang memerlukan beberapa tahapan administratif, termasuk memperoleh Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) dari Kementerian Tenaga Kerja, sebelum akhirnya mendapatkan visa kerja dari Imigrasi. Pihaknya juga segera berkoordinasi dengan pihak terkait lainnya untuk mempercepat proses terebut, termasuk kemungkinan penerapan sistem layanan satu pintu serta meningkatkan layanan digital agar lebih efisien dan tepat waktu.