Banang DPRD Singgung Masa Depan Tenaga non-ASN Pol-PP dan Damkar

Pembahasan RAPBD 2025 yang berlangsung di ruang sidang Marghasana DPRD Lampung Barat pada Senin 18 November 2024. Foto Humas DPRD -Foto Dok---

BALIKBUKIT - Nasib tenaga non-ASN dalam hal ini tenaga kontrak atau Pegawai Tidak Tetap (PTT), maupun tenaga honorer lepas (THLS), di Satuan Polisi Pamong Praja, Pemadam Kebakaran dan penyelamatan Kabupaten Lampung Barat,  menjadi salah satu pokok yang dibahas dalam rapat pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) 2025 yang berlangsung di ruang sidang Marghasana, DPRD Lampung Barat, pada Senin 18 November 2024.

Dalam rapat kerja yang dihadiri oleh Badan Anggaran (Banang) DPRD bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD), anggota Banang mempertanyakan kejelasan terkait status dan pengaturan pengupahan  bagi PTT dan THLS yang ada.

Anggota Banang DPRD Lampung Barat Nopiadi, SIP., mengungkapkan kekhawatiran mendalam mengenai masa depan para tenaga kontrak, mengingat banyak di antara mereka yang akan diberhentikan pada akhir tahun ini.

"Kami sangat prihatin dengan nasib para tenaga kontrak di Satpol PP dan Damkar, terutama yang tidak memiliki jaminan penghasilan tetap. Kami perlu data konkret terkait jumlah tenaga kontrak, mekanisme pembayaran gaji, dan sejauh mana kebutuhan akan tenaga tersebut di lapangan," ujar Nopiadi.

Sementara itu, Kepala Satpol-PP, Damkar dan Penyelematan Lampung Barat Haiza Rinsa, SIP., memberikan gambaran rinci mengenai jumlah personil di masing-masing pos.

Satpol PP tercatat memiliki 30 PNS dan 53 tenaga kontrak non-ASN, ditambah 46 THLS yang bekerja tanpa jaminan gaji tetap. Sementara di Damkar, terdapat 26 PNS, 6 tenaga kontrak non-ASN, dan 112 THLS yang juga tanpa penghasilan tetap.

Kondisi pengupahan menjadi titik utama yang dipertanyakan, menurutnya, tenaga PTT menerima gaji Rp500.000 per bulan, sedangkan THLS hanya mendapatkan uang piket bulanan tanpa gaji pokok.

“Kami memahami bahwa tugas mereka sangat penuh risiko, oleh karena itu kami memberikan uang piket sebagai bentuk dukungan, meski sangat terbatas,” jelasnya.

Pentingnya pendataan tenaga non-ASN untuk dimasukkan dalam database K2 juga dibahas. ”Hal ini untuk memastikan bahwa mereka yang telah bekerja lebih dari dua tahun berturut-turut berhak mengikuti seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K), yang memberi mereka kesempatan untuk memperoleh status yang lebih jelas dan penghasilan yang lebih stabil,” tutupnya. (lusiana/nopri)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan