Petisi Tolak Kenaikan PPN Jadi 12%, Sudah Diteken Lebih Dari 90 Ribu Orang
Ilustrasi--
Radarlambar.Bacakoran.co - Sebanyak lebih dari 90 ribu orang telah menandatangani petisi online yang menyerukan agar pemerintah membatalkan rencana kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% yang dijadwalkan berlaku pada 2025. Petisi ini semakin mendapat perhatian publik meski pemerintah telah memastikan bahwa kenaikan PPN hanya berlaku untuk barang-barang mewah dan disertai dengan insentif tertentu.
Petisi yang berjudul "Pemerintah, Segera Batalkan Kenaikan PPN" itu dimulai Kamis 19 November 2024 yang diinisiasi oleh akun bareng warga itu hingga saat ini, jumlah dukungan terhadap petisi tersebut mencapai 92.557 tanda tangan, dengan target 150.000 tanda tangan. Isu ini semakin hangat diperbincangkan di kalangan masyarakat.
Inisiator petisi menilai bahwa kenaikan tarif PPN yang direncanakan justru akan membebani ekonomi masyarakat Indonesia yang sudah dalam kondisi sulit. Mereka berpendapat bahwa kebijakan tersebut diambil pada waktu yang kurang tepat, mengingat tingginya angka pengangguran dan penurunan daya beli yang telah terjadi sejak Mei 2024.
Dalam petisi itu dijelaskan, sejak Mei 2024, daya beli masyarakat terus menurun. Jika PPN dipaksakan naik, daya beli bukan hanya akan merosot, tetapi bisa jatuh lebih dalam.
Petisi itu juga menegaskan bahwa pemerintah perlu membatalkan kenaikan PPN yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Sebelum kesulitan semakin mendalam, sebelum utang pinjaman online semakin meluas.
Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengonfirmasi bahwa pemerintah berencana menerapkan tarif PPN 12% secara umum pada 2025. Meski begitu, beberapa barang dan jasa tetap akan dikenakan PPN 11% pada 2024, karena satu persen dari kenaikan itu akan ditanggung oleh pemerintah.
Dikatakannya, barang-barang seperti tepung terigu, gula untuk industri, minyak goreng curah dan minyak curah tetap dikenakan PPN 11%, dengan satu persen ditanggung pemerintah.
Sri Mulyani juga menyatakan bahwa pemerintah sedang mengkaji usulan dari DPR RI agar PPN 12% hanya dikenakan pada barang-barang mewah. Saat ini, Kementerian Keuangan sedang menyusun daftar barang dan jasa yang termasuk dalam kategori barang mewah, seperti rumah sakit kelas VIP dan layanan pendidikan internasional yang mahal.
Pemerintah juga memastikan bahwa kebutuhan pokok seperti beras, daging, ikan, telur, sayuran, dan susu, serta layanan pendidikan, kesehatan, transportasi umum, dan jasa keuangan, tetap tidak dikenakan PPN, yang tetap akan berlaku dengan tarif 0%.
Dengan berbagai pembaruan dan klarifikasi ini, masyarakat masih menunjukkan kekhawatiran atas dampak kebijakan terhadap daya beli mereka di masa depan. (*)