Skandal Korupsi Rita Widyasari di Kasus Tambang

MANTAN Bupati Kutai Kartanegara, Rita Widyasari. Foto Bontang --
Radarlambar.bacakoran.co – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali mengungkap skandal korupsi besar yang melibatkan mantan Bupati Kutai Kartanegara, Rita Widyasari. Ia diduga menerima gratifikasi dalam jumlah fantastis, mencapai jutaan dolar, dari sektor pertambangan batu bara. Praktik korupsi ini diduga berlangsung selama masa jabatannya, di mana setiap izin eksplorasi batu bara yang diterbitkan memberikan keuntungan besar bagi dirinya secara pribadi.
Rita disebut meminta kompensasi sekitar USD 3,6 hingga USD 5 untuk setiap metrik ton batu bara yang berhasil dieksplorasi. Jumlah ini jika dikalikan dengan volume eksplorasi yang masif menghasilkan gratifikasi yang mencapai jutaan dolar. KPK kini tengah fokus pada upaya memulihkan aset yang diduga diperoleh dari hasil tindak pidana pencucian uang (TPPU). Penyidik sedang menelusuri aliran dana yang diterima Rita dan pihak-pihak terkait.
Sebagai bagian dari penyelidikan, KPK telah memeriksa berbagai saksi dan menelusuri aset yang diduga berasal dari hasil gratifikasi tersebut. Salah satu pemeriksaan dilakukan terhadap Said Amin, seorang pengusaha sekaligus Ketua Pemuda Pancasila (PP) di Kalimantan Timur. Penyidik mendalami sumber dana yang digunakan untuk pembelian ratusan mobil yang sebelumnya telah disita.
Lebih jauh, KPK juga menelusuri keterlibatan elite Pemuda Pancasila dalam kasus ini. Beberapa aset yang diduga terkait dengan gratifikasi Rita ditemukan di kediaman Ketua Umum Majelis Pimpinan Nasional PP, Japto Soerjosoemarno, dan Wakil Ketua Umum PP, Ahmad Ali. Dari rumah Ahmad Ali di Jakarta Barat, penyidik berhasil menyita uang sebesar Rp3,4 miliar. Sementara itu, dari rumah Japto di Jakarta Selatan, ditemukan uang dalam berbagai mata uang dengan total senilai Rp56 miliar.
Tidak hanya uang tunai, penyidik juga menyita berbagai barang mewah dari rumah Ahmad Ali, termasuk tas dan jam tangan bermerek, serta dokumen penting yang berkaitan dengan kasus ini. Dari rumah Japto, penyitaan meluas ke kendaraan mewah, seperti Jeep Gladiator Rubicon, Land Rover Defender, Toyota Land Cruiser, Mercedes-Benz, Toyota Hilux, dan Mitsubishi Coldis.
Dalam perkembangan penyidikan, KPK telah menyita sedikitnya 536 dokumen serta 91 unit kendaraan mewah. Beberapa mobil yang disita termasuk Lamborghini, McLaren, BMW, Mercedes-Benz, dan Hummer. Sejumlah kendaraan tersebut didaftarkan atas nama pihak lain, termasuk perusahaan serta kerabat dekat Rita, seperti Endri Erawan, yang juga merupakan manajer Timnas Indonesia.
Rita Widyasari bersama Komisaris PT Media Bangun Bersama, Khairudin, telah ditetapkan sebagai tersangka sejak 2018. Mereka diduga mencuci uang hasil gratifikasi yang berasal dari berbagai proyek dan izin di Kabupaten Kutai Kartanegara, dengan total mencapai Rp436 miliar. Uang hasil gratifikasi tersebut dibelanjakan dalam berbagai bentuk, mulai dari kendaraan mewah, tanah, uang tunai, hingga investasi lainnya atas nama pihak lain untuk mengaburkan jejak.
Saat ini, Rita sedang menjalani hukuman 10 tahun penjara di Lapas Perempuan Pondok Bambu setelah divonis bersalah oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada 2018. Ia terbukti menerima gratifikasi sebesar Rp110,7 miliar serta suap sebesar Rp6 miliar dari para pemohon izin dan kontraktor proyek di daerahnya.
Selain itu, nama Rita juga sempat muncul dalam kasus yang menjerat mantan penyidik KPK, AKP Stepanus Robin Pattuju. Dalam perkara tersebut, ia masih berstatus saksi, namun keterkaitannya dengan jaringan korupsi yang lebih luas terus menjadi sorotan.
Kasus ini menunjukkan bahwa praktik korupsi yang melibatkan pejabat daerah dan sektor pertambangan masih menjadi tantangan besar bagi Indonesia. KPK terus berupaya menelusuri jejak aset yang diduga berasal dari kejahatan ini, demi mengembalikan kerugian negara dan menegakkan hukum secara maksimal. *