Sosok di Balik Berdirinya Muhammadiyah

Sosok di Balik Berdirinya Muhammadiyah . Foto/net--
Radarlambar.bacakoran.co - Muhammadiyah, salah satu organisasi kemasyarakatan berbasis Islam terbesar di Indonesia, tak bisa dipisahkan dari sosok Kiai Haji Ahmad Dahlan. Lahir dengan nama Mohammad Darwis pada tahun 1868 di Yogyakarta, Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah pada 18 November 1912 setelah melalui perjalanan panjang dan penuh tantangan. Selama hidupnya, ia menghadapi berbagai rintangan yang datang, baik dari segi sosial, agama, maupun politik.
Ahmad Dahlan melihat bahwa tantangan umat Islam pada masa itu terletak pada dua hal utama: perpecahan di kalangan umat Islam yang dimanfaatkan oleh penjajah Belanda dan pengaruh kuat dari ajaran mistik serta adat istiadat yang dianggap tidak sesuai dengan ajaran Islam. Oleh karena itu, ia memutuskan untuk bergerak dalam bidang sosial, pendidikan, dan kultural sebagai jalan untuk memperbaiki kondisi tersebut. Salah satu langkah besar yang ia lakukan adalah mendirikan sekolah-sekolah Islam yang tidak hanya mengajarkan ilmu agama, tetapi juga ilmu pengetahuan umum, termasuk bahasa Belanda dan huruf Latin, yang dianggap modern pada masanya.
Pendidikan dan Sosial sebagai Fokus Utama
Kiai Haji Ahmad Dahlan menganggap pendidikan sebagai salah satu kunci untuk memperbaiki kondisi umat Islam. Ia memperkenalkan pendidikan modern yang terbuka untuk perempuan, mengajarkan pengetahuan agama, serta mengajarkan ilmu pengetahuan umum untuk menghadapi tantangan zaman. Selain itu, dia juga mendirikan organisasi sosial dan kultural, salah satunya Aisyiyah untuk perempuan, serta Hizbul Wathan, gerakan kepanduan yang sangat populer di kalangan pemuda.
Selain itu, ia berani mengubah kebiasaan tradisional yang dianggapnya tidak sesuai dengan syariat Islam, seperti menentukan hari raya Idul Fitri yang berdasarkan perhitungan hisab dan rukyah yang lebih tepat. Tindakan ini sempat menimbulkan perdebatan, tetapi pada akhirnya diterima oleh masyarakat.
Tantangan dan Pengorbanan
Dalam perjuangannya, Kiai Ahmad Dahlan harus menghadapi berbagai tuduhan dan fitnah, termasuk tuduhan sebagai pendiri agama baru dan kiai palsu. Bahkan ia menerima ancaman pembunuhan karena tidak menyetujui ritual-ritual yang dianggapnya tidak sesuai dengan ajaran Islam. Namun, meski banyak tantangan dan rintangan, ia tetap tegar dan lebih memilih untuk terus bekerja demi kebaikan umat, meskipun ia sudah merasa waktunya tidak lama lagi.
Kiai Ahmad Dahlan wafat pada 23 Februari 1923, namun perjuangan dan karya-karyanya tetap dikenang. Sebagai pahlawan nasional, ia telah meninggalkan dasar yang kokoh dalam bidang sosial dan pendidikan yang terus berkembang hingga saat ini.