Membaca Toleransi dari Candi-Candi Kerajaan Mataram Kuno

Membaca Toleransi dari Candi-Candi Kerajaan Mataram Kuno;. Foto/net--
Radarlambar.bacakoran.co -Candi-candi peninggalan Kerajaan Mataram Kuno tidak hanya memancarkan keindahan dan kemegahan, tetapi juga menyimpan pesan penting tentang toleransi antaragama yang dapat kita pelajari. Dalam tulisan ini, kita akan menelusuri keunikan arsitektur dan filosofi yang terkandung dalam candi-candi tersebut, yang hingga kini masih menginspirasi banyak orang.
Keindahan Alam dan Candi Prambanan
Dari perbukitan Baka, panorama alam yang menyejukkan menjelma menjadi latar belakang untuk salah satu candi yang paling terkenal, Candi Prambanan. Candi ini merupakan representasi megah dari aliran Siwa, yang juga dikenal sebagai Candi Lara Jonggrang. Keberadaan Prambanan tidak hanya menunjukkan kemegahan arsitektur, tetapi juga harmoni dengan alam sekitar, yang tercermin dalam relief-relief di kaki candi yang menggambarkan pohon kehidupan (kalpataru) dan makhluk kembar Kinara-Kinari.
Toleransi Beragama di Sekitar Prambanan
Keberagaman kepercayaan yang ada di sekitar Prambanan juga sangat menarik. Dalam radius hanya 6 km, kita dapat menemukan tujuh kompleks percandian yang masing-masing mewakili aliran kepercayaan berbeda. Diantaranya adalah Candi Sambisari dan Candi Kalasan yang beraliran Siwa dan Buddha. Keberadaan candi-candi ini, yang masing-masing memiliki pengaruh dan aliran berbeda, mencerminkan betapa kuatnya semangat toleransi antarumat beragama pada masa itu.
Candi Sambisari dan Candi Kalasan
Candi Sambisari, yang ditemukan kembali pada tahun 1966 setelah terkubur selama berabad-abad akibat letusan Gunung Merapi, merupakan salah satu contoh penting dari warisan arsitektur Mataram Hindu. Candi ini berdiri megah dengan ukuran 13,65 m x 13,65 m dan tinggi 7,5 m. Di dalamnya terdapat berbagai relief dan arca yang menggambarkan dewa-dewa Hindu, termasuk Durga, Ganesha, dan Siwa.
Tidak jauh dari Candi Sambisari, terdapat Candi Kalasan, yang didirikan pada tahun 778 M untuk menghormati Dewi Tara. Meskipun sebagian besar bagiannya telah rusak atau hilang, Candi Kalasan tetap menjadi simbol penting penyebaran agama Buddha di kawasan tersebut. Keberadaan kedua candi ini dalam jarak dekat menggambarkan harmoni dan saling menghormati antar dua agama besar di masa itu.
Candi Candisari: Simbol Persaudaraan
Di dekat Candi Kalasan, terdapat juga Candi Candisari, sebuah candi Buddha yang diperkirakan dibangun pada abad ke-8. Dengan bentuknya yang ramping dan ruangannya yang terbagi dalam beberapa kamar, candi ini diperkirakan digunakan sebagai tempat tinggal para pendeta Buddha. Keberadaannya di antara candi Hindu, seperti Candi Prambanan, mencerminkan suasana penuh persaudaraan dan toleransi antara umat Buddha dan Hindu.
Candi Prambanan: Candi Siwa yang Megah
Candi Prambanan, sebagai candi Hindu terbesar di Indonesia, tidak hanya mempesona dengan keindahannya tetapi juga dengan legenda yang menyertainya. Dikenal dengan cerita Lara Jonggrang, candi ini menjadi simbol keberagaman dan toleransi. Dibangun untuk menghormati dewa Siwa, candi ini memancarkan kemegahan arsitektur yang mencerminkan kekuasaan dan kebudayaan Hindu yang berkembang pada masa itu. Kompleks candi ini terdiri dari berbagai candi yang masing-masing memiliki fungsi dan makna tersendiri.
Candi dan Toleransi: Pelajaran dari Sejarah
Dalam sejarahnya, pembangunan candi-candi ini berlangsung dalam suasana yang penuh dengan keberagaman dan toleransi. Keberagaman aliran kepercayaan yang ada pada masa itu menunjukkan bahwa meskipun berbeda agama, masyarakat Mataram Kuno mampu hidup berdampingan dengan damai. Sebagai peninggalan sejarah, candi-candi ini tidak hanya mengajarkan kita tentang kekuatan arsitektur dan budaya, tetapi juga tentang nilai-nilai penting seperti toleransi dan saling menghormati antar umat beragama.
Candi-candi peninggalan Kerajaan Mataram Kuno, seperti Candi Prambanan, Candi Sambisari, dan Candi Kalasan, bukan hanya bukti kemegahan arsitektur dan kebudayaan, tetapi juga simbol dari semangat toleransi antaragama yang pernah ada pada masa itu. Melalui keindahan dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, kita dapat belajar untuk menjaga keharmonisan dalam keberagaman, sebuah pelajaran yang sangat relevan dalam kehidupan kita saat ini.
G. Sujayanto, Majalah Intisari edisi September 2000. (*)