Tabungan Terus Terkuras, Warga Indonesia Kesulitan Belanja Jelang Ramadan

Foto B---Bulan Ramadan, daya beli masyarakat Indonesia, terutama di kalangan kelompok bawah, terus mengalami penurunan yang signifikan. -Foto Dok---

Radarlambar.bacakoran.co - Menjelang bulan Ramadan, daya beli masyarakat Indonesia, terutama di kalangan kelompok bawah, terus mengalami penurunan yang signifikan.

Hal ini tercermin dari adanya pelambatan belanja masyarakat, dengan data Mandiri Spending Index (MSI) menunjukkan penurunan drastis menjelang Ramadan 2025. Pada pekan terakhir menjelang bulan puasa, MSI tercatat turun menjadi 236,2, yang mencerminkan melemahnya belanja konsumen, khususnya untuk kebutuhan selain barang-barang pokok.

Fenomena ini merupakan sebuah anomali, sebab biasanya menjelang Ramadan, belanja masyarakat akan melonjak, terutama untuk kebutuhan makanan dan minuman. Penurunan belanja jelang Ramadan terakhir kali terjadi pada Maret 2020, saat pandemi Covid-19 mulai melanda Indonesia dan menyebabkan penurunan konsumsi yang cukup signifikan.

Secara umum, Ramadan dikenal sebagai periode puncak konsumsi bagi masyarakat Indonesia, di mana kebutuhan akan barang konsumsi, terutama yang berhubungan dengan makanan, minuman, dan pakaian, biasanya meningkat. 

Namun, kondisi tahun ini berbeda. Masyarakat terlihat lebih memilih mengalokasikan dana mereka hanya untuk kebutuhan yang lebih mendesak dan esensial, yang tercermin dari turunnya pengeluaran untuk barang-barang lainnya.

Jika dilihat lebih rinci, hampir seluruh kategori belanja mengalami penurunan. Satu-satunya kategori yang mengalami kenaikan adalah MSI Mobility, yang tercatat naik menjadi 297,5. 

Ini menunjukkan bahwa masyarakat lebih memilih mengalokasikan dana untuk kebutuhan transportasi atau mobilitas, yang mungkin berhubungan dengan kegiatan yang tidak bisa ditunda menjelang bulan puasa. Sementara itu, kategori lainnya seperti barang konsumer (consumer goods), peralatan rumah tangga, elektronik, hiburan, pendidikan, hingga kesehatan mengalami penurunan signifikan.

Yang menarik untuk dicermati adalah penurunan pada kategori hiburan dan hobi (leisures), yang menjadi lebih nyata dalam beberapa bulan terakhir. Belanja untuk olahraga, hobi, dan hiburan lainnya bahkan turun cukup tajam, menandakan adanya pergeseran prioritas masyarakat yang kini lebih mengutamakan kebutuhan dasar daripada pengeluaran untuk hiburan.

Di sisi lain, pengeluaran untuk barang-barang seperti produk kecantikan (beauty care), perhiasan, dan akomodasi hotel cenderung stabil, yang menunjukkan bahwa meskipun ada pengurangan belanja, masyarakat masih memberikan perhatian pada kebutuhan-kebutuhan sekunder yang dianggap penting.

Sebagian besar pengeluaran masyarakat kini tertuju pada kebutuhan pokok, seperti makanan dan barang-barang penting lainnya. Porsi belanja restoran, misalnya, tercatat mencapai 20,2% dan kembali mencapai angka 20% untuk pertama kalinya sejak Oktober 2023. Begitu juga dengan belanja di supermarket, yang mengalami kenaikan menjadi 15,9%. Dengan demikian, kedua kategori ini menyumbang hampir 36% dari total belanja masyarakat.

Tren ini menunjukkan bahwa masyarakat lebih memilih mengalokasikan pengeluaran mereka untuk kebutuhan sehari-hari yang lebih mendesak. Pengeluaran untuk barang-barang olahraga, hobi, dan hiburan terdepresiasi secara signifikan, dengan penurunan dari 7,7% menjadi 6,5%. Ini mengindikasikan adanya peralihan pola konsumsi dari pengeluaran untuk kesenangan menjadi pengeluaran untuk kebutuhan dasar yang lebih penting.

Data terbaru menunjukkan bahwa tingkat tabungan masyarakat, khususnya kelompok bawah, semakin tergerus. Pada Februari 2025, tingkat tabungan kelompok bawah tercatat pada angka terendah sepanjang sejarah, yaitu 79,4, lebih rendah dibandingkan dengan 82,4 pada Februari 2024. Tren penurunan ini juga terjadi pada kelompok menengah, yang tercatat sebagai yang terendah sejak Maret 2024.

Keadaan ini menunjukkan bahwa semakin banyak masyarakat yang terpaksa menggunakan tabungan mereka untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Jika kondisi ini terus berlanjut, kemungkinan besar akan terjadi peningkatan ketergantungan pada pinjaman online (pinjol), yang bisa memperburuk beban keuangan masyarakat. Selain itu, penurunan tingkat tabungan ini juga berisiko menghambat sektor perbankan dalam menyalurkan kredit, yang bisa berdampak pada semakin kecilnya margin bunga bersih (Net Interest Margin atau NIM) bank-bank di Indonesia.

Penurunan belanja ini turut mengindikasikan terjadinya deflasi, yang tercatat untuk kedua kalinya berturut-turut. Pada Februari 2025, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatatkan Indeks Harga Konsumen (IHK) Indonesia mengalami deflasi baik secara bulanan (-0,48% mtm) maupun tahunan (-0,09% yoy). Deflasi bulanan ini bahkan terjadi untuk dua bulan berturut-turut, setelah sebelumnya pada Januari 2025 Indonesia juga mengalami deflasi.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan