Bagelen, Jejak Sejarah Kolonisasi dan Perkembangannya di Lampung

Bola Besi besar salah satu bukti sejarah transmigrasi yang ada di Lampung. foto--Net.--
Lembaga-lembaga seperti Polri, TNI, dan Dinas Sosial turut terlibat dalam penyelenggaraan program ini.
Beberapa kategori transmigrasi yang dilaksanakan antara lain Trans Tuna Karya, Trans Bencana Alam, dan Trans Pramuka.
Tidak hanya masyarakat sipil yang dipindahkan, tetapi juga pensiunan anggota TNI, yang akhirnya membentuk komunitas baru di Lampung Selatan.
Pada periode 1950 hingga 1969, jumlah penduduk yang berpindah ke Lampung tercatat mencapai 53.263 keluarga atau sekitar 221.035 orang.
Di era Pembangunan Lima Tahun (Pelita), Lampung kembali menerima tambahan penduduk sebanyak 22.362 kepala keluarga dari berbagai daerah seperti Jawa, Madura, dan Bali.
Perubahan demografi akibat program transmigrasi ini mengubah secara signifikan struktur kependudukan Lampung. Pada 1905, Lampung memiliki kurang dari 150.000 jiwa yang sebagian besar merupakan masyarakat asli Lampung, sedangkan saat ini, sekitar 60 persen dari total 7 juta penduduk Lampung adalah keturunan pendatang dari Pulau Jawa.
Sebagaimana para kolonialis sebelumnya, para transmigran juga diberikan berbagai fasilitas oleh pemerintah.
Mereka menerima bahan makanan seperti beras, jagung, minyak, serta alat rumah tangga seperti cangkul, sabit, sekop, piring, mangkuk, meja, dan kursi.
Selain itu, mereka mendapatkan rumah sederhana yang terbuat dari seng atau asbes sebagai tempat tinggal awal.
Program transmigrasi ini bisa dianggap sebagai kelanjutan dari kebijakan kolonial Belanda untuk mengelola lahan perkebunan di Lampung.
Bukan hanya masyarakat Bagelen yang dipindahkan, tetapi juga warga dari berbagai daerah lainnya seperti Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Jawa Barat, dan Bali.
Mereka ditempatkan di wilayah-wilayah yang kini menjadi bagian dari Kabupaten Pesawaran, Pringsewu, Tanggamus, Metro, Lampung Tengah, Lampung Timur, dan Tulangbawang.
Warisan Budaya dan Keberadaan Museum Transmigrasi
Selain membawa barang-barang pribadi dari Pulau Jawa, para kolonialis juga membawa serta nama desa serta kebudayaan mereka ke tanah baru.