Global Market Panik Usai Trump Ancam Naikkan Tarif Impor 50% untuk Cina

Global Market Panik Usai Trump Ancam Naikkan Tarif Impor 50% untuk Cina. Foto/net--
Radarlambar.bacakoran.co -Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, kembali memperkeruh ketegangan dagang dengan Cina. Dalam pernyataan yang dia unggah di platform Truth Social pada 7 April 2025, Trump mengancam akan menaikkan tarif impor bagi barang asal Cina hingga 50% jika negara tersebut tidak menarik kenaikan tarif impor 34% yang diterapkan kepada produk-produk AS. Ancaman ini menjadi respons terhadap langkah balasan Cina yang memberlakukan tarif tambahan sebagai respons terhadap kebijakan tarif AS yang sudah berlangsung.
Trump menegaskan bahwa jika Cina tidak mencabut kebijakan tarifnya pada 8 April 2025, maka tarif baru sebesar 50% akan diberlakukan efektif pada 9 April 2025. Kebijakan ini berawal dari pengumuman Trump pada 2 April 2025 yang menyatakan penerapan tarif 10% untuk produk impor dari seluruh negara dunia. Tarif tambahan atau yang dikenal dengan tarif resiprokal kemudian mulai berlaku pada 9 April 2025 untuk negara-negara dengan surplus perdagangan terhadap AS.
Sebagai bagian dari langkah tersebut, Indonesia dikenakan tarif sebesar 32% dan Cina 34%. Meskipun beberapa negara, termasuk Indonesia, mencoba untuk melakukan negosiasi, Cina lebih memilih untuk memberikan respons balasan, yang memperburuk situasi. Pada 5 April 2025, Cina mengumumkan tarif tambahan 34% untuk produk-produk asal AS, memicu reaksi global yang cukup signifikan.
Reaksi pasar global cukup dramatis. Ekonom Universitas Andalas, Syafruddin Karimi, menjelaskan bahwa setelah pengumuman tarif balasan Cina, pasar saham global, termasuk pasar saham AS, mengalami penurunan tajam. Dalam waktu dua hari saja, kapitalisasi pasar saham AS menyusut lebih dari US$ 5 triliun, mencerminkan kepanikan dan arus keluar dana yang besar. Penurunan indeks saham utama seperti S&P 500 dan Nasdaq menunjukkan betapa negatifnya reaksi investor terhadap ketegangan dagang yang semakin memburuk antara kedua negara ekonomi terbesar di dunia.
Pasar saham Indonesia juga berpotensi terkena dampak. Menurut Syafruddin, jika pasar global mengalami penurunan tajam, bursa saham Indonesia (IHSG) kemungkinan besar akan terpengaruh. Selain itu, nilai tukar rupiah bisa tertekan karena eksodus modal jangka pendek yang beralih ke aset yang dianggap lebih aman, seperti dolar AS dan obligasi negara maju.
Bagi Indonesia dan negara lainnya, penting untuk menjaga stabilitas ekonomi dan politik di tengah ketidakpastian ini. Keberlanjutan kebijakan makroekonomi yang kredibel akan menjadi kunci agar tetap menarik bagi investor global, meskipun situasi geopolitik sedang penuh gejolak.