Insiden di Balik Yogya Kembali: Teror Bom, Komunis Hingga Penarikan Tentara Belanda

Insiden di Balik Yogya Kembali: Teror Bom, Komunis Hingga Penarikan Tentara Belanda. Foto/net--
Radarlambar.bacakoran.co -Setelah penandatanganan Perjanjian Roem-Royen pada 7 Mei 1949, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui UNCI (United Nations Commission for Indonesia) mengambil alih pengawasan penyelesaian konflik Indonesia-Belanda. Salah satu mandatnya: memaksa Belanda segera angkat kaki dari Yogyakarta, ibu kota Republik saat itu.
Namun, penarikan pasukan Belanda tidak berlangsung cepat. Baru dimulai pada 2 Juni 1949 dan berlangsung hingga 29 Juni 1949, proses ini diwarnai sejumlah ketegangan dan insiden bersenjata, termasuk serangan sporadis oleh pejuang lokal dan tindakan represif UNCI yang bersiaga ketat.
Bom Rakitan di Rumah Ki Hajar Dewantara
Seminggu sebelum Belanda benar-benar angkat kaki, rumah Ki Hajar Dewantara di Jalan Tamansiswa diteror dengan bom rakitan yang gagal meledak. Poster ancaman bertuliskan “Bagian Gorila PKI” menempel di pohon depan rumah, disertai bom berbentuk pot bunga berisi lima granat tangan aktif dengan sumbu Jepang yang masih terbakar setengah.
Meski sasarannya rumah tokoh pendidikan nasional, motif teror ini ditengarai sebagai tekanan terhadap Belanda. Hal ini dikuatkan oleh laporan ancaman serupa kepada militer Belanda, menuntut pembebasan tahanan komunis di Lapas Wirogunan—yang terletak di jalan yang sama dengan kediaman Ki Hajar.
Propaganda Komunis dan Kekacauan di Lapangan
Yogyakarta menjadi medan agitasi diam-diam kelompok komunis yang menyebar selebaran ancaman dan pamflet bergambar palu arit, baik dalam huruf latin maupun aksara Jawa. Bahkan, vandalisme terjadi di Siti Hinggil, kompleks sakral Keraton Yogyakarta, dengan coretan anti-pemerintah dan karikatur cabul yang menyerang tokoh-tokoh republik seperti Sukarno dan Hamengkubuwono IX.
Bentrok Bersenjata di Jawa Tengah
Selain teror urban, sejumlah bentrok bersenjata pecah di daerah lain. Di Bojonegoro, rumah sakit diserang dan dijarah. Di Salatiga, 300 orang berseragam merah dengan senapan mesin menyerang patroli Belanda, menewaskan 14 polisi. Kelompok Pasukan Merbabu, diduga eks pejuang dan laskar rakyat, juga terlibat kontak senjata mematikan.
Yogya Kembali dan Bayang-Bayang Perpecahan
Momen "Yogya Kembali" pada 29 Juni 1949 yang dikenang pemulihan kedaulatan republik yang ternyata diwarnai ketegangan politik, ancaman ideologis serta kekerasan sporadis. Di balik parade perpisahan dan hadiah kotak rokok dari Sultan kepada pejabat Belanda, ketidakstabilan politik serta infiltrasi komunisme mulai mengintai republik muda. (*)