Dinding Kosmik Hercules–Corona Borealis: Struktur Raksasa yang Guncang Teori Alam Semesta

Ilustrasi. Sumber: earth--
Radarlambar.bacakoran.co- Sebuah temuan astronomi mengungkap adanya struktur kolosal yang membentang hingga sepuluh miliar tahun cahaya di jagat raya. Struktur ini dikenal sebagai Hercules–Corona Borealis Great Wall, yang ukurannya mencapai lebih dari 70 kali panjang galaksi Bima Sakti. Kemunculan tembok kosmik ini mengguncang dasar teori kosmologi yang selama ini menyatakan bahwa alam semesta tersusun secara merata dan homogen.
Struktur tersebut tergolong superklaster karena terbentuk dari miliaran galaksi yang terkonsentrasi di satu wilayah luar angkasa. Ukurannya begitu besar sehingga sulit dijelaskan dengan model konvensional tentang pembentukan alam semesta. Bahkan, beberapa pengamatan terbaru menunjukkan bahwa posisi sebagian struktur ini mungkin lebih dekat dari yang pernah diperkirakan, sehingga memperbesar potensi dimensinya secara keseluruhan.
Para ilmuwan tidak mengamati struktur ini secara langsung, melainkan melalui ledakan sinar gamma atau gamma-ray bursts (GRBs). Ledakan kosmik ini merupakan fenomena paling terang di alam semesta, yang biasanya berasal dari bintang raksasa yang meledak atau dari tabrakan bintang neutron. GRBs berfungsi layaknya lampu suar di kosmos, menandai lokasi-lokasi galaksi yang sangat jauh. Dengan memetakan persebaran titik-titik GRB, para astronom menemukan pola yang mengindikasikan keberadaan kumpulan galaksi besar menyerupai sebuah tembok raksasa.
Struktur ini jauh lebih besar dibandingkan penemuan sebelumnya, seperti Sloan Great Wall yang ditemukan pada tahun 2003 dan memiliki panjang sekitar 400 juta tahun cahaya. Jika data baru terbukti akurat, Hercules–Corona Borealis Great Wall diperkirakan memiliki ukuran 25 kali lebih besar dari Sloan Great Wall, menjadikannya struktur terbesar yang pernah tercatat dalam sejarah pengamatan astronomi.
Meski demikian, sejumlah ilmuwan masih bersikap hati-hati dalam menerima temuan ini. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan jumlah data GRB yang digunakan, serta kemungkinan adanya kesalahan dalam pengukuran jarak objek berdasarkan pergeseran merah atau redshift. Selain itu, kondisi langit, hambatan dari debu kosmik, serta keterbatasan teleskop juga dapat memengaruhi akurasi pemetaan.
Untuk membuktikan keberadaan struktur ini secara lebih meyakinkan, para astronom berharap pada misi antariksa baru dari Eropa bernama THESEUS (Transient High Energy Sky and Early Universe Surveyor). Misi ini dirancang untuk mendeteksi ribuan GRB baru dari berbagai arah langit dengan tingkat sensitivitas yang lebih tinggi, termasuk dari sumber-sumber yang sangat jauh dan redup.
Jika THESEUS berhasil diluncurkan dan mengonfirmasi dimensi Hercules–Corona Borealis, maka para ilmuwan akan dihadapkan pada tantangan besar dalam menyusun ulang pemahaman mereka mengenai alam semesta. Penemuan ini berpotensi menandai titik balik dalam ilmu kosmologi, karena keberadaan struktur sebesar itu bisa menggugurkan asumsi bahwa jagat raya tersusun secara seragam pada skala terbesar.
Apabila tembok kosmik ini benar adanya, bukan hanya peta kosmos yang perlu diperbarui, melainkan juga paradigma dasar mengenai asal-usul dan evolusi alam semesta secara keseluruhan.(*)