Harga Minyak Bergeming, Investor Cermati Negosiasi Nuklir AS-Iran

Harga minyak dunia relatif stabil pada perdagangan Senin (195), seiring investor mencermati perkembangan pembicaraan nuklir antara Iran dan AS. Ilustrasi. -Foto-CNN Indonesia.--

Radarlambar.bacakoran.co - Harga minyak dunia bergerak relatif stabil pada perdagangan Senin (19/5), meski sentimen pasar masih terombang-ambing oleh sejumlah dinamika geopolitik dan ekonomi makro yang saling bersilangan. Investor global tengah mencermati dengan seksama pembicaraan nuklir antara Iran dan Amerika Serikat, serta menunggu data ekonomi penting dari China yang diyakini dapat menentukan arah permintaan komoditas dunia, termasuk minyak.

Data Reuters menunjukkan harga minyak Brent mengalami penurunan tipis sebesar 5 sen ke level US$65,36 per barel, sementara minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) justru naik sedikit 3 sen menjadi US$62,52 per barel. Pergerakan harga yang terbatas ini mencerminkan ketidakpastian pasar yang masih cukup tinggi di tengah pergeseran sentimen.

Sebelumnya, harga minyak berhasil menguat lebih dari satu persen pekan lalu setelah AS dan China mencapai kesepakatan untuk menghentikan perang dagang selama 90 hari. Kesepakatan tersebut juga mencakup rencana pemangkasan tarif perdagangan secara signifikan, yang secara langsung mendorong ekspektasi peningkatan permintaan minyak dari dua negara konsumen terbesar dunia.

Namun, harapan tersebut harus diuji kembali dengan keluarnya data ekonomi China yang akan dirilis. Analis ANZ menegaskan bahwa setiap indikasi pelemahan pada output industri Beijing dapat melemahkan sentimen pasar, dan berpotensi menurunkan harga minyak akibat kekhawatiran berkurangnya permintaan global.

Di sisi lain, pembicaraan nuklir Iran-AS masih menimbulkan ketegangan. Utusan khusus AS untuk negosiasi nuklir Iran, Steve Witkoff, menegaskan bahwa setiap kesepakatan harus mencakup komitmen Teheran untuk tidak memperkaya uranium. Pernyataan ini mendapat penolakan keras dari pihak Iran, yang selama ini menganggap program nuklirnya sebagai hal yang tidak dapat dinegosiasikan, terutama setelah melemahnya kekuatan proksi Iran di kawasan Timur Tengah.

Analis pasar IG, Tony Sycamore, menilai bahwa harapan untuk tercapainya kesepakatan besar cukup tinggi, namun peluang Iran menyerahkan ambisi nuklirnya secara sukarela sangat kecil. Situasi ini menambah ketidakpastian yang dapat memicu fluktuasi harga minyak dalam jangka pendek, mengingat potensi sanksi dan gangguan pasokan energi yang selalu membayangi wilayah tersebut.

Selain itu, ketegangan geopolitik juga merembet ke Eropa, di mana Estonia dan Rusia mengalami peningkatan konflik setelah Moskow menahan kapal tanker minyak milik Yunani yang baru saja meninggalkan pelabuhan di Laut Baltik. Peristiwa ini menambah risiko geopolitik yang dapat mengganggu arus pasokan minyak regional.

Di Amerika Serikat, tren efisiensi biaya semakin nyata terlihat melalui pengurangan jumlah rig pengeboran minyak. Data dari Baker Hughes menunjukkan penurunan satu rig menjadi 473 unit, level terendah sejak Januari. Penurunan ini menunjukkan pergeseran fokus perusahaan migas AS dari ekspansi volume menuju efisiensi operasional, menyikapi prospek pertumbuhan produksi yang melambat dan harga minyak yang relatif terkoreksi.

Secara keseluruhan, harga minyak dunia masih harus bertahan dalam keseimbangan yang rapuh antara harapan pemulihan permintaan dan tekanan ketidakpastian geopolitik serta ekonomi makro. Perkembangan lebih lanjut dari negosiasi nuklir Iran, data ekonomi China, serta dinamika pasar energi global akan menjadi kunci penggerak utama harga minyak dalam waktu dekat.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan