Pemerintah Gelontorkan Rp40 M untuk Riset Jagung - Bawang Putih

Pemerintah mengalokasikan dana sebesar Rp20 miliar hingga Rp40 miliar untuk mendukung program riset dan pengembangan komoditas pangan strategis. -Ilustrasi. iStockphoto-
Radarlambar.bacakoran.co - Pemerintah mengalokasikan anggaran antara Rp20 miliar hingga Rp40 miliar untuk memperkuat program riset dan pengembangan pada sejumlah komoditas pangan strategis yang selama ini masih bergantung pada impor. Dana tersebut diarahkan khusus untuk empat komoditas utama, yakni jagung, kedelai, bawang putih, dan gandum, yang menjadi kebutuhan pokok masyarakat dan rawan terhadap fluktuasi pasokan dari luar negeri.
Wakil Menteri Pertanian Sudaryono menjelaskan bahwa fokus utama program ini bukan hanya pada riset murni, melainkan juga pada pengembangan dan penerapan hasil penelitian secara langsung di lapangan. Hal ini penting untuk memastikan hasil riset dapat diimplementasikan secara efektif dan memberikan dampak nyata pada peningkatan produksi dalam negeri.
Program riset ini tidak dimulai dari nol karena beberapa penelitian pada komoditas seperti gandum dan bawang putih sudah berlangsung sejak era 1990-an. Namun, yang ditekankan kini adalah penyelesaian riset dengan pendekatan terarah agar hasilnya bisa segera diaplikasikan dan mampu mengurangi ketergantungan impor secara bertahap.
Selain fokus pada komoditas pangan utama, pemerintah juga menyiapkan riset untuk 12 komoditas perkebunan, seperti kelapa, sawit, dan tebu. Namun, pendekatannya berbeda, lebih menekankan pada pengembangan hilirisasi produk agar hasil produksi tidak hanya berhenti pada bahan mentah, melainkan bisa meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk di pasar.
Upaya ini sejalan dengan arahan Presiden yang ingin mengurangi impor komoditas strategis secara bertahap dan mewujudkan swasembada pangan. Untuk menjamin keberlanjutan dan kesuksesan program, pemerintah membentuk konsorsium riset yang menggabungkan peneliti dari perguruan tinggi, Kementerian Pertanian, dan pelaku industri. Setiap konsorsium akan bertanggung jawab secara menyeluruh terhadap satu komoditas, mulai dari riset awal hingga aplikasi dan standarisasi produk akhir.
Sudaryono menegaskan bahwa kendala utama selama ini bukan terletak pada kualitas penelitian, melainkan pada lemahnya keterhubungan antara riset dan implementasi di lapangan. Dengan membangun konektivitas antara peneliti, pemerintah, dan industri, hasil riset diharapkan tidak hanya berhenti di laboratorium, tetapi segera dapat diterapkan dan memberikan manfaat nyata.
Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi Brian Yuliarto menambahkan bahwa riset di perguruan tinggi yang sudah berjalan akan dikonsolidasikan agar lebih fokus pada target kemandirian pangan nasional. Skema riset ini dirancang berjalan selama tiga tahun dengan target peningkatan kapasitas produksi per hektare setiap tahunnya. Penelitian yang sudah ada akan diintegrasikan dengan proses standarisasi dan komersialisasi yang melibatkan pihak Kementan dan industri.
Konsorsium riset juga akan memastikan bahwa aspek budidaya, teknologi pertanian, dan penggunaan alat serta mesin pertanian berjalan secara terintegrasi. Empat tim konsorsium bekerja secara simultan untuk tiap komoditas dengan menyusun roadmap riset jangka menengah sekaligus melakukan aplikasi hasil riset di lapangan secara paralel.
Ke depan, model riset terpadu ini direncanakan akan dikembangkan ke sektor lain, termasuk semikonduktor dan kecerdasan buatan (AI), sebagai bagian dari strategi nasional untuk memperkuat inovasi dan daya saing industri.(*/edi)