Harga Minyak Bergejolak, Asia Waspada Dampak Konflik Iran-Israel

Harga minyak dunia relatif stabil pada perdagangan Senin (195), seiring investor mencermati perkembangan pembicaraan nuklir antara Iran dan AS. Ilustrasi. -Foto-CNN Indonesia.--
Radarlambar.bacakoran.co- Ketegangan geopolitik di Timur Tengah kembali mengguncang pasar energi global. Lonjakan harga minyak sempat terjadi pada awal perdagangan sesi pagi, tetapi pada sore harinya, harga justru terkoreksi. Ketidakpastian yang menyelimuti kawasan, terutama menyusul konflik antara Iran dan Israel, membuat para pedagang minyak Asia bersiaga penuh.
Berdasarkan data terbaru dari Bloomberg pada Senin (23/6/2025), harga minyak jenis WTI turun 0,47% ke level US$73,49 per barel, sedangkan Brent melemah 0,49% ke US$76,63. Koreksi ini terjadi setelah sebelumnya harga sempat melonjak lebih dari 2% di awal sesi.
Ketergantungan Asia dan Risiko Terhambatnya Jalur Minyak
Asia saat ini menyerap lebih dari 80% ekspor minyak mentah dari kawasan Timur Tengah, dan sekitar 90% pengiriman itu melewati Selat Hormuz — jalur maritim strategis yang kini terancam dampak langsung dari konflik.
Tiga isu utama menjadi perhatian serius pasar Asia:
1. Kompleksitas Hubungan Iran dan China
Sebagai importir minyak terbesar dunia, China memiliki ketergantungan signifikan terhadap pasokan Iran — sekitar 14% dari total kebutuhan minyak mentahnya. Namun, angka sebenarnya diyakini lebih tinggi karena banyak pengiriman disamarkan lewat negara lain untuk menghindari sanksi Amerika Serikat.
Pasokan minyak diskon dari Iran sangat penting, terutama bagi kilang swasta China yang beroperasi dengan margin sempit. Kini, potensi gangguan pada pengiriman itu mendorong lonjakan permintaan minyak alternatif seperti Murban (Abu Dhabi), Oman, serta ESPO dari Rusia dan minyak mentah Angola.
2. Bahan Bakar Olahan dan LPG
Selain minyak mentah, Iran juga menjadi eksportir bahan bakar olahan skala besar. Produk seperti fuel oil dengan kandungan sulfur tinggi, yang umum digunakan di sektor pelayaran dan kilang kecil, banyak dikirim ke Singapura, Fujairah (UEA), dan Malaysia. China, khususnya kilang tipe "teapot", mengandalkan pasokan ini untuk operasi sehari-hari.
Iran juga menjadi salah satu pemasok utama LPG untuk China. Ketergantungan meningkat seiring penurunan pasokan dari Amerika Serikat akibat sengketa dagang. Jika distribusi dari Iran terganggu, opsi pasokan alternatif China sangat terbatas — dan ini bisa berdampak luas pada sektor industri dan rumah tangga.
3. Ketegangan di Selat Hormuz dan Laut Merah
Selat Hormuz, jalur vital bagi pengiriman minyak ke Asia, menjadi titik kritis. Iran memang tidak harus sepenuhnya menutup jalur ini, tetapi tetap memiliki kemampuan untuk mengganggu pelayaran melalui kelompok proksi seperti Houthi di Laut Merah.
Gangguan di Bab el-Mandeb, penghubung Laut Merah dan Teluk Aden, bisa berimbas besar terhadap pasokan minyak dari Rusia ke Asia. Sejak ditinggalkan pasar Eropa akibat invasi ke Ukraina, Rusia makin bergantung pada ekspor ke Timur. Jika risiko Laut Merah tak tertangani, kapal-kapal harus memutar ke rute selatan Afrika, memperpanjang waktu dan biaya pengiriman. (*)