Kok Bisa? Pajak Avanza di Malaysia Cuma Rp 500 Ribu-di RI Rp 5 Juta

Penjual mobil bekas di WTC Mangga Dua, Jakarta Utara ungkap mobil Toyota Avanza masih diminati oleh pembeli mobil bekas. CNBC Indonesia--

Radarlambar.bacakoran.co – Lesunya pasar otomotif di Indonesia kembali menjadi sorotan. Penurunan daya beli, tingginya beban pajak kendaraan, dan ketimpangan harga dibanding negara tetangga turut memperparah stagnasi penjualan mobil, bahkan untuk jenis kendaraan sejuta umat seperti Toyota Avanza.

Sekretaris Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), Kukuh Kumara, dalam dialog industri otomotif nasional yang digelar dalam rangkaian GIIAS 2025, menyampaikan bahwa salah satu penyebab utama lemahnya pasar adalah beban pajak yang tak proporsional.

Sebagai gambaran, kendaraan yang sama bisa dikenakan pajak hingga sepuluh kali lipat di Indonesia dibandingkan di Malaysia. Toyota Avanza, yang diproduksi dalam negeri, harus membayar pajak tahunan sekitar Rp5 juta, sedangkan di Malaysia, biaya pajaknya hanya sekitar Rp500 ribu.

Salah satu faktor penyebabnya adalah masih dikategorikannya mobil sebagai barang mewah di Indonesia. Hal ini menyebabkan kendaraan terkena Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), yang membuat harga kendaraan melonjak dan sulit dijangkau masyarakat kelas menengah.

Dampaknya terasa signifikan pada penurunan volume penjualan. Sepanjang tahun lalu, penjualan mobil di Indonesia hanya mencapai sekitar 865 ribu unit. Angka ini jauh dari potensi pasar sebenarnya dan berisiko mengganggu ekosistem industri otomotif, terutama bagi pelaku usaha rantai pasok seperti pemasok komponen level 1, 2, dan 3 yang mengandalkan keberlangsungan produksi pabrikan utama.

Kondisi ini juga menjadi perhatian lembaga-lembaga global yang menyoroti penurunan pasar otomotif tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di Thailand yang selama ini menjadi pesaing utama di ASEAN. Meski Indonesia masih memimpin dalam hal volume penjualan, pangsa pasar dalam kawasan ASEAN turun signifikan dari di atas 30 persen menjadi hanya sekitar 25 persen.

Sementara itu, Malaysia mulai menunjukkan tren positif dengan peningkatan penjualan meskipun angka totalnya masih di bawah Indonesia. Fenomena ini turut didorong oleh struktur kebijakan yang lebih ramah terhadap konsumen, termasuk insentif fiskal yang lebih ringan.

Di sisi lain, ketimpangan antara pertumbuhan pendapatan masyarakat dan kenaikan harga mobil turut memperlebar jurang kepemilikan kendaraan. Kalangan menengah hanya mengalami kenaikan pendapatan sekitar 3 persen per tahun seiring laju inflasi, sedangkan harga mobil bisa melonjak hingga 7,5 persen dalam kurun waktu yang sama. Akibatnya, kendaraan idaman menjadi makin sulit dijangkau.

Industri otomotif kini menghadapi tantangan ganda: menjaga daya beli konsumen sekaligus mempertahankan keberlangsungan industri nasional. Persaingan bukan lagi soal merek, tetapi soal siapa yang mampu memberikan teknologi dan fitur terbaik dengan harga yang rasional bagi masyarakat luas.(*)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan