PBNU Tegaskan Food Tray MBG Bisa Digunakan Asal Sudah Disucikan

BTM Nahdatul Ulama Jatim. -Foto NU-

RADARLAMBARBACAKORAN.CO – Polemik mengenai food tray atau ompreng program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang disebut-sebut mengandung minyak babi akhirnya mendapat tanggapan dari Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Isu ini mencuat setelah sejumlah masyarakat menolak penggunaan nampan tersebut, terutama di salah satu kecamatan di Sulawesi Utara.

PBNU melalui Ketua Fahrur A Rozi menjelaskan bahwa dari sudut pandang fikih Nahdlatul Ulama, benda keras yang terkena najis seperti minyak babi tetap bisa disucikan. Caranya adalah dengan mencuci secara menyeluruh hingga bersih. Dengan demikian, food tray MBG yang sempat diragukan kehalalannya tetap bisa digunakan kembali tanpa menyalahi aturan agama.

Fahrur juga menegaskan bahwa kehalalan makanan tidak serta-merta batal hanya karena wadahnya pernah terkontaminasi. Selama makanan yang disajikan tidak mengandung unsur haram dan wadah sudah dibersihkan sesuai kaidah, maka tetap dinyatakan halal.

Meski begitu, PBNU mendorong Badan Gizi Nasional (BGN) untuk memberi penjelasan lebih transparan kepada masyarakat terkait isu kandungan bahan pada food tray MBG, termasuk proses produksi dan pembersihannya. Hal ini dianggap penting untuk meredam keresahan publik dan menjamin kepercayaan terhadap program pemerintah tersebut.

Program MBG sendiri dianggap sangat bermanfaat, khususnya bagi kalangan pesantren. Oleh karena itu, PBNU berharap agar pelaksanaannya ke depan lebih higienis dan tidak menimbulkan kontroversi yang mengganggu tujuan utamanya, yakni peningkatan gizi masyarakat.

Di sisi lain, Kepala BGN Dadan Hindayana menyatakan bahwa minyak yang diduga berasal dari babi tidak digunakan sebagai bahan utama dalam produksi food tray. Minyak tersebut hanya berperan dalam proses pencetakan logam agar tidak panas dan mempermudah proses produksi. Setelah dicetak, tray-tray itu juga telah dibersihkan secara menyeluruh sebelum digunakan.

Dadan mengakui bahwa informasi yang kurang utuh telah memicu keraguan sebagian masyarakat, sehingga diperlukan komunikasi publik yang lebih efektif agar program nasional seperti MBG dapat diterima luas tanpa hambatan isu sensitif seperti kehalalan. (*/rinto)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan