Penanganan Jalan Amblas Terhambat Cuaca Buruk

KIAN MELUAS_ Amblasnya badan jalan di jalur Seranggas Kelurahan Pasaliwa kian parah akibat dilanda cuaca extrim. Foto Dok--
BALIKBUKIT- Upaya Pemerintah Kabupaten Lampung Barat untuk membangun jembatan darurat di lokasi jalan amblas Tanjakan Wayrobok, Lingkungan Seranggas, Kelurahan Pasarliwa, Kecamatan Balikbukit, terkendala kondisi cuaca ekstrem. Hujan deras yang hampir setiap hari mengguyur wilayah tersebut membuat area amblas semakin meluas dan labil.
Pantauan di lapangan, retakan tanah terus melebar, bahkan kedalaman amblas bertambah hingga belasan meter. Kondisi ini membuat lokasi semakin berbahaya dan menyulitkan tim teknis dalam merancang titik pembangunan jembatan darurat yang aman.
Plt Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Lampung Barat, Mia Miranda, S.T., menegaskan bahwa cuaca dan kondisi tanah menjadi faktor utama keterlambatan penanganan.
“Rencana awal kami membangun jembatan darurat untuk pejalan kaki dan sepeda motor. Namun, titik amblas terus meluas karena hujan yang tak berhenti. Kalau dipaksakan, jembatan darurat bisa ikut tergerus,” kata Mia Miranda, Kamis (2/10/2025).
Menurutnya, tim PUPR harus melakukan kajian ulang teknis sebelum memulai pembangunan. Penguatan tebing dan pemetaan lokasi baru sangat diperlukan agar jembatan darurat benar-benar bisa berfungsi tanpa risiko amblas kembali.
“Jadi, waktunya belum bisa kita pastikan. Apakah satu atau dua minggu ke depan, tergantung perkembangan kondisi di lapangan. Yang jelas, tahun ini tetap menjadi prioritas penanganan darurat,” tambahnya.
Mia menyebut, pembangunan jembatan darurat tersebut akan menggunakan dana dari Biaya Tak Terduga (BTT) mengingat statusnya sebagai bencana. “Kami sudah siapkan anggaran BTT, tinggal teknis pelaksanaan yang harus lebih hati-hati karena situasi cuaca,” ujarnya.
Sementara itu, masyarakat sekitar mulai mengkhawatirkan dampak semakin luasnya amblas. Jalur vital penghubung Liwa–Hanakau itu kini tidak bisa dilalui kendaraan roda empat, sementara sepeda motor pun harus mencari jalur alternatif yang lebih jauh.
“Kami benar-benar kesulitan, apalagi ini jalur utama untuk akses sekolah, kesehatan, dan distribusi kebutuhan pokok,” keluh Ardi warga setempat.(edi/nopri)