Melampaui Batas Tradisi, Kisah Nasi Tutug Oncom Kuliner Tasikmalaya
Nasi Tutug Oncom. Foto ; Net.--
RADARLAMBAR.BACAKORAN.CO - Di balik ragam kuliner Nusantara yang terus berkembang, terdapat satu hidangan tradisional asal Tasikmalaya yang berhasil mempertahankan identitasnya dan kini menjadi ikon daerah: nasi tutug oncom. Sajian yang dahulu dipandang sebelah mata karena identik dengan kehidupan masyarakat ekonomi rendah pada sekitar tahun 1940-an ini, kini justru berkembang menjadi primadona kuliner yang diminati dan diburu para penikmat makanan khas Indonesia.
Perubahannya yang drastis dari makanan sederhana menuju menu bergengsi menjadi bukti bahwa cita rasa berkualitas mampu menembus batas status sosial. Sebagaimana umumnya kultur makan masyarakat Indonesia, nasi merupakan sumber karbohidrat utama yang hampir selalu hadir di setiap hidangan. Namun, setiap daerah memiliki kreativitas tersendiri dalam mengolahnya.
Bagi warga Tasikmalaya, nasi tutug oncom atau yang populer dikenal dengan singkatan nasi TO merupakan simbol kebanggaan yang mencerminkan kearifan lokal. Penyajiannya dilakukan dengan mencampur nasi hangat bersama olahan oncom bakar yang telah dihancurkan. Kata tutug dalam bahasa Sunda berarti ditumbuk, menandakan proses pencampuran manual yang menghasilkan butiran oncom bertekstur kasar dan memberi ciri khas tersendiri saat dikunyah.
Sensasi rasa yang muncul dari hidangan ini tidak bisa dianggap biasa. Perpaduan gurih nasi pulen yang berpadu dengan aroma kencur, bawang goreng yang renyah, serta rasa asin dan gurih dari potongan oncom, menciptakan ledakan rasa yang begitu menempel di lidah. Keunggulan ini semakin terasa jika ditambah sambal goang sambal mentah khas Sunda yang dibuat dari cabai rawit hijau, garam, dan sedikit bumbu penyedap.
Perpaduan pedas segar sambal dengan gurihnya nasi menjadikan nasi tutug oncom sebagai santapan yang menggugah selera dan selalu mengundang suapan berikutnya. Pada banyak tempat, nasi TO tidak disajikan begitu saja. Beragam pilihan lauk ditawarkan untuk memperkaya pengalaman bersantap, mulai dari ayam goreng, ikan asin, telur dadar, hingga lalapan mentimun atau kemangi.
Beberapa penjual juga menambahkan cipe tempe goreng berbalut tepung kanji sebagai pelengkap favorit. Bawang goreng merupakan unsur wajib yang tidak boleh dilewatkan karena dipercaya memperkuat aroma dan meningkatkan cita rasa secara signifikan. Untuk menghadirkan kualitas terbaik, proses pengolahan oncom tidak dilakukan secara instan. Pemerhati kuliner Sunda, Andang Firdaus, menjelaskan bahwa oncom yang awalnya berbentuk balok serupa tempe harus ditumbuk terlebih dahulu hingga sedikit kasar, lalu dijemur di bawah terik matahari selama satu hari penuh.
Setelah teksturnya cukup kering, oncom diberi bumbu berupa kencur, bawang merah, bawang putih, sedikit gula, dan garam. Kemudian kembali dijemur sebelum akhirnya dipanaskan dengan cara digarang tanpa minyak sampai benar-benar matang. Oncom yang telah selesai diolah harus segera dicampurkan dengan nasi hangat agar cita rasa tidak berubah. Hidangan ini tidak dianjurkan untuk disimpan lebih dari satu hari, apalagi dimasukkan ke lemari pendingin, karena fermentasi pada oncom dapat menimbulkan dampak buruk bagi kesehatan jika dibiarkan terlalu lama.
Sejarah mencatat bahwa kemunculan nasi tutug oncom berawal dari situasi keterbatasan ekonomi masyarakat Sunda. Harga kebutuhan pokok, termasuk beras, pada masa itu sangat sulit dijangkau masyarakat kecil. Banyak keluarga kemudian memutar akal dengan mencampurkan oncom yang harganya jauh lebih murah ke dalam nasi agar jumlahnya lebih banyak dan cukup untuk memenuhi kebutuhan makan seluruh anggota keluarga. Namun, kesederhanaan itu justru menyimpan berkah: rasa unik yang kemudian dicintai banyak orang.
Seiring meningkatnya penghargaan masyarakat terhadap kuliner tradisional, nasi tutug oncom perlahan meninggalkan citra lamanya sebagai makanan rakyat kelas bawah. Kini, banyak pengusaha kuliner di Tasikmalaya mendirikan rumah makan khusus nasi TO dengan konsep modern yang nyaman dan menarik. Kawasan seperti Jalan Dadaha di sekitar GOR Susy Susanti, Jalan Cikalang Girang, hingga Jalan Ampera menjadi pusat berburu menu ini. Pengunjungnya pun beragam, dari pekerja hingga keluarga yang datang dengan kendaraan pribadi, menunjukkan bahwa kuliner ini telah diterima oleh kalangan yang lebih luas.
Harga yang ditawarkan pun bervariasi. Untuk paket lengkap dengan beragam lauk, seporsi nasi tutug oncom dijual antara Rp20.000 hingga Rp35.000. Namun, bagi penikmat sederhana, versi ekonomis masih tersedia dengan harga antara Rp10.000 sampai Rp15.000.
Perjalanan panjang nasi tutug oncom merupakan bukti bahwa tradisi dapat bertahan dan berkembang ketika dijaga dengan konsistensi dan rasa bangga. Dari makanan rumahan sederhana, kini bertransformasi menjadi warisan kuliner yang memperkaya identitas Tasikmalaya sekaligus mempertegas bahwa cita rasa otentik tidak pernah lekang oleh waktu. (yayan/*)