Radarlambar.bacakoran.co - Indonesia dikenal sebagai negeri yang kaya akan sumber daya alam, termasuk buah-buahan eksotis yang memikat perhatian di pasar global. Salah satu contohnya adalah salak, buah unik dengan kulit bersisik. Ditengah tingginya minat konsumen internasional, khususnya di Kamboja, salak semakin menonjol berkat rasa, tampilan dan kandungan nutrisinya.
Dikenal dengan nama ilmiah Salacca zalacca, salak adalah buah asli Indonesia yang memiliki penampilan menarik dan rasa yang tak kalah menggoda. Daging buahnya yang manis dengan sedikit sentuhan asam menjadikannya camilan favorit di berbagai belahan dunia. Selain rasanya yang lezat, salak kaya akan vitamin C, serat, dan mineral, menjadikannya pilihan ideal bagi konsumen yang peduli dengan kesehatan.
Salak juga memiliki sejarah panjang dalam pengobatan tradisional, dipercaya dapat mendukung kesehatan jantung, menurunkan kolesterol, dan membantu menjaga keseimbangan gula darah. Dengan berbagai manfaat kesehatan yang ditawarkannya, salak semakin digemari baik di dalam negeri maupun di luar negeri.
Menurut Badan Pusat Statistik, produksi salak Indonesia mengalami fluktuasi dalam beberapa tahun terakhir. Pada 2018, total produksi mencapai 896.504 ton, dan meningkat menjadi 1.225.088 ton pada 2020. Namun, angka tersebut turun menjadi 1.120.739 ton pada 2023, dipengaruhi oleh faktor cuaca dan permintaan pasar.
Provinsi seperti Jawa Tengah, Sumatera Utara, dan DI Yogyakarta merupakan sentra utama produksi salak, dengan salak Pondoh sebagai varietas paling terkenal. Ekspor salak Indonesia menjangkau beberapa negara Asia Tenggara, terutama Kamboja, Malaysia, dan Thailand, yang memiliki hubungan budaya dan geografis yang dekat.
Kamboja menjadi salah satu pasar utama bagi salak Indonesia, dengan permintaan yang terus meningkat seiring tren konsumsi buah eksotis. Data dari BPS menunjukkan bahwa volume ekspor salak ke Kamboja meningkat pesat dalam beberapa tahun terakhir, mengindikasikan potensi besar bagi eksportir Indonesia.
Di Malaysia, salak mudah ditemukan di pasar-pasar tradisional, sementara di Timur Tengah seperti Arab Saudi dan Uni Emirat Arab, salak dijual sebagai buah eksotis yang diminati oleh para pekerja migran dan konsumen lokal.
Peningkatan ekspor salak juga didorong oleh kebijakan pemerintah yang mendorong promosi komoditas unggulan pertanian di pasar global. Volume ekspor salak mencapai 1.698 ton pada 2019, dengan Kamboja sebagai pasar terbesar.
Meski salak diterima baik di pasar internasional, tantangan tetap ada, terutama dari negara-negara pesaing seperti Thailand. Oleh karena itu, penting untuk meningkatkan kualitas, inovasi dalam pengemasan, serta diversifikasi produk seperti manisan salak dan jus salak untuk memperkuat daya saing.
Langkah strategis yang dapat diambil mencakup memperkuat jaringan distribusi, meningkatkan kualitas produk, dan mengenalkan salak ke pasar-pasar baru di luar Asia. Kolaborasi antara pemerintah dan pelaku industri diperlukan untuk melakukan promosi lebih intensif di negara-negara yang belum mengenal salak.
Dengan fokus pada inovasi produk dan pengembangan pasar baru, Indonesia dapat mempertahankan dan meningkatkan posisi salak sebagai komoditas ekspor unggulan yang layak diperhitungkan di kancah internasional. (*)