PAGARDEWA – Meskipun upaya mencari solusi sengketa kebun kopi dalam kawasan antara antara Sumiatun warga Pekon Sidomulyo, Kecamatan Pagardewa, Kabupaten Lampung Barat dengan keluarga IT telah dilakukan pemerintah pekon setempat, namun hingga saat ini belum menghasilkan kesepakatan.
Berdasarkan keterangan dari Herlina selaku keluarga dari Sumiatun, pihak IT telah memberikan penawaran yakni pemberian uang Rp100.000.000, dalam dua kali pembayaran dimana tahun ini Rp50.000.000 dan tahun berikutnya Rp50.000.000.
"Meski begitu Tante-ku tidak mau, sebab kebun tersebut sudah miliknya sesuai dengan saat penjualan 14 tahun lalu dan dia tidak ada niat apa pun terkait kebun itu. Apakah dijual atau lainnya karena selama ini semua jiwa dan tenaga telah di curahkan dalam pengelolaan kebun hingga kondisinya seperti sekarang ini," katanya.
Sebelumnya, diketahui kebun kopi yang menjadi sengketa antara Sumiatun dengan keluarga IT, yang diketahui merupakan suami dari seorang politisi masuk dalam Hutan Kawasan Lindung (HL) tepatnya RT 0008 RW 02 Talanggiarto.
Dimana status kawasan tersebut disampaikan baik oleh IT maupun Sumiatun, namun kewajiban terhadap negara berupa pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) ditaati dengan melakukan pembayaran kepada pemerintah pekon yang mana tertera di kwitansi PBB.
Kendati begitu, untuk pembayaran PBB dilakukan oleh Sumiatun selama 14 tahun terakhir.
Awalnya prihal pengakuan penyerobotan sebagaimana di sampaikan Sumiatun karena merasa dirugikan. Pengakuannya kebun kopi yang telah dikelola selama 14 tahun tiba-tiba diklaim oleh keluarga IT.
IT dan keluarganya, kata Sumiatun kepada Radar Lambar, mengklaim bahwa dirinya hanya mengelola kebun tersebut karena digadaikan, padahal tanah sekitar satu hektar setengah telah dibelinya dengan tiga kali pembayaran dalam waktu kurang dari satu tahun.
"Bagaimana tidak, saya sebutkan menyerobot mas, kebun yang sudah belasan tahun saya kelola tiba-tiba mereka datang dan menghentikan pekerja kebun saya dan langsung memupuk serta merawat kebun tersebut tanpa adanya komunikasi yang jelas dengan menyebutkan hanya akan mengganti uang yang telah mereka ambil dari saya dulu," katanya.
Sumiatun juga menyampaikan, jika secara surat-menyurat pembelian tanah kebun tersebut memang tidak ada, karena saat proses pembelian hal itu dikarenakan pada saat itu IT mengatakan ti memerlukan itu.
”Tidak perlu memakai surat-menyurat kalau ada apa-apa itu urusan saya,” kata Ismiatun, menirukan apa yang disampaikan IT saat proses jual beli.
Dan sejak itu kami-pun menggarap perkebunan itu dengan tenang tanpa adanya gangguan sama sekali bahkan karena kami taat dengan pemerintah setiap tahunnya kami selalu melakukan pembayaran PBB. ”Jadi kenapa gara-gara harga kopi mahal dan kondisi kebun terawat lalu di iklim tanpa koordinasi dengan jelas,” katanya.
Sumiatun menduga, penyerobotan kebun kebun kopi tersebut, karena saat ini harga kopi tinggi mencapai 70.000 perkilogram sehingga mereka tertarik.
"Saya akan mengadukan ini ke aparat pekon, karena saya merasa lahan ini sudah saya beli dimana pembayaran pertama Rp15 juta, kedua Rp15 juta dan ketiga Rp20 juta. Setelah itu lunas baru lahan itu saat itu saya garap, karena sudah menjadi milik saya bukannya digadai," imbuhnya.
Terpisah IT tidak menyangkal jika masalah kebun tersebut dalam penyelesaiannya tengah dimediasi pihak pekon.
Menurutnya, sekitar tahun 2012 kebun itu digadaikan dan uang pertama debesar Rp20.000.000, kemudian uang kedua Rp30.000.000. yang memberikan dua kali uang gadai itu hanya dalam waktu satu bulan.
"Jadi yang mereka katakan tiga kali pembayaran itu tidak benar," katanya. (rinto/nopri)