Mahkamah Konstitusi Tetapkan Spa Sebagai Layanan Kesehatan Tradisional, Namun Pajaknya Tetap Setara dengan Hib

Minggu 05 Jan 2025 - 15:15 WIB
Reporter : Mujitahidin
Editor : Mujitahidin

Radarlambar.Bacakoran.co - Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian permohonan yang diajukan oleh beberapa organisasi pengusaha terkait status pajak untuk layanan spa. Dalam putusan yang dibacakan pada Jumat, 3 Januari 2025, MK memutuskan bahwa spa harus dikategorikan sebagai bagian dari pelayanan kesehatan tradisional, bukan sebagai hiburan seperti diskotek atau karaoke.

Putusan ini terkait dengan perkara nomor 19/PUU-XXII/2024 yang diajukan oleh Dewan Pimpinan Pusat Perkumpulan Pengusaha Husada Tirta Indonesia, bersama dengan beberapa perusahaan seperti PT Cantika Puspa Pesona dan CV Bali Cantik. Mereka menggugat ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, yang menganggap layanan spa termasuk dalam kategori hiburan dengan tarif pajak yang setara dengan diskotek dan klub malam.

MK: Spa Adalah Layanan Kesehatan Tradisional

Dalam pertimbangannya, MK menjelaskan bahwa praktik spa di Indonesia memiliki akar yang dalam tradisi perawatan kesehatan. Ternyata MK justru merujuk pada asal usul spa yang berasal dari nama sebuah desa yang ada di Belgia, Spa yang dalam bahasa Latin berarti salus per aquam atau sehat dengan air. Meski spa bukan berasal dari Indonesia, MK menilai bahwa spa di Indonesia sudah lama digunakan sebagai bagian dari perawatan kesehatan yang bertujuan menyeimbangkan tubuh, pikiran dan jiwa.

Dengan begitu berarti, spa merupakan bagian dari perawatan kesehatan tradisional dengan melakukan pendekatan holistik. Karena itu, MK memutuskan bahwa layanan mandi uap/spa harus dianggap sebagai bentuk pelayanan kesehatan tradisional yang memiliki manfaat kesehatan berdasarkan tradisi lokal.

Pajak Spa Masih Setara dengan Hiburan

Namun, meski menyatakan bahwa spa adalah layanan kesehatan tradisional, MK tidak mengubah ketentuan mengenai tarif pajak untuk layanan mandi uap/spa. Sebagaimana aturan yang berlaku, pajak untuk layanan spa tetap dikenakan dalam kisaran 40% hingga 75%, sama seperti pajak yang dikenakan pada hiburan malam seperti diskotek, karaoke, atau klub malam.

Sehingga MK berpendapat bahwa pengenaan pajak itu tidak bersifat diskriminatif. Menurut MK, pajak barang dan jasa tertentu (PBJT) yang diterapkan kepada layanan spa dibayar oleh konsumen, bukan oleh pengusaha spa itu sendiri. Dengan demikian, MK menilai tidak ada potensi pajak ganda yang akan merugikan pengusaha layanan spa.

Putusan MK

Adapun hasil dari putusan MK ini adalah:

Mengabulkan sebagian permohonan para pemohon.
Menyatakan bahwa frasa dan mandi uap/spa dalam Pasal 55 ayat (1) huruf l Undang-Undang No.1/2022 bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945, tapi hanya sepanjang tidak dimaknai sebagai bagian dari hiburan dan harus dipahami sebagai bagian dari jasa pelayanan kesehatan tradisional.
KPK juga memerintahkan pemuatan putusan itu dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya.
Menolak permohonan pemohon untuk selain dan selebihnya.

Dengan putusan ini, MK memberikan harapan bagi para pengusaha spa untuk mendapatkan pengakuan yang lebih sesuai dengan layanan yang mereka berikan, meskipun pajak yang dikenakan masih setara dengan kategori hiburan lainnya.(*)

Kategori :