Radarlambar.Bacakoran.co - Zakat fitrah adalah kewajiban bagi setiap Muslim yang mampu dan harus ditunaikan sebelum Idulfitri. Tujuan utamanya adalah menyucikan jiwa dan memberikan kebahagiaan kepada kaum dhuafa agar mereka dapat merayakan hari raya dengan layak.
Perbedaan Pendapat Ulama tentang Bentuk Zakat Fitrah
Terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai bentuk zakat fitrah: apakah harus dalam bentuk makanan pokok seperti beras atau boleh dikonversi menjadi uang? Perbedaan ini menjadi relevan di masyarakat modern, khususnya di Indonesia yang mayoritas mengikuti mazhab Syafi'i.
Secara tradisional, masyarakat Indonesia membayar zakat fitrah dalam bentuk beras sesuai ajaran mazhab Syafi'i. Namun, perkembangan sosial dan ekonomi mendorong banyak orang memilih membayar dalam bentuk uang karena dianggap lebih praktis dan bermanfaat bagi penerima. Untuk memahami perbedaan ini, mari kita telaah pandangan dari beberapa mazhab dan ulama kontemporer.
Pandangan Mazhab Syafi’i: Harus dalam Bentuk Makanan Pokok
Mazhab Syafi’i mewajibkan zakat fitrah diberikan dalam bentuk makanan pokok yang umum dikonsumsi di masyarakat setempat. Pendapat ini didasarkan pada hadis dari Ibnu Umar:
Yang artinya : Rasulullah SAW mewajibkan zakat fitrah satu sha' kurma atau satu sha' gandum atas setiap Muslim, baik budak maupun merdeka, laki-laki maupun perempuan, kecil maupun besar, dan rasulullah memerintahkan agar ditunaikan sebelum orang-orang keluar untuk melaksanakan salat (Idulfitri). (HR. Bukhari dan Muslim)
Imam Syafi'i dalam kitab Al-Majmu' Syarh Al-Muhadzdzab menegaskan bahwa zakat fitrah tidak boleh diganti dengan uang karena bertentangan dengan praktik Rasulullah SAW. Oleh karena itu, di Indonesia, bentuk zakat fitrah berupa beras menjadi pilihan utama bagi penganut mazhab ini.