RADARLAMBAR.BACAKORAN.CO - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) resmi menghentikan investigasi kasus pagar laut di perairan Kabupaten Tangerang, Banten, setelah menetapkan empat tersangka.
Salah satunya adalah Kepala Desa Kohod, Arsin bin Asip, yang dijatuhi sanksi denda sebesar Rp 48 miliar.
Kasus ini bermula sejak Januari 2025 ketika nelayan mengeluhkan kesulitan mengakses laut akibat pagar bambu sepanjang 30,16 kilometer yang membentang dari Desa Muncung hingga Desa Pakuhaji.
Keberadaan pagar ini dianggap ilegal karena berada di kawasan pemanfaatan umum, yang mencakup pelabuhan perikanan, pariwisata, dan perikanan budidaya.
Investigasi KKP menemukan bahwa pagar tersebut tidak mengantongi izin Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL).
Akibatnya, pada 9 Januari 2025, KKP menyegel pagar laut tersebut dan mulai melakukan penyelidikan terhadap pihak-pihak yang terlibat.
Di tengah polemik ini, kelompok masyarakat Jaringan Rakyat Pantura (JRP) mengklaim bahwa pagar itu dibangun secara swadaya untuk mencegah abrasi.
Namun, muncul pertanyaan besar tentang sumber pendanaan proyek yang ditaksir mencapai Rp 15 miliar.
Presiden Prabowo Subianto kemudian menginstruksikan TNI Angkatan Laut untuk membongkar pagar tersebut. Pembongkaran dimulai pada 18 Januari 2025 dan rampung pada 13 Desember 2025.
Sementara itu, penyelidikan terus berjalan. Bareskrim Polri menemukan indikasi pemalsuan dokumen dalam pengurusan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) di kawasan pagar laut.
Pada 18 Februari 2025, empat orang ditetapkan sebagai tersangka, termasuk Kades Kohod, Sekretaris Desa Ujang Karta, serta dua penerima kuasa dari firma hukum yang diduga terlibat.
Keputusan KKP untuk menghentikan investigasi justru menimbulkan kecurigaan. Sejumlah pihak mempertanyakan mengapa kasus ini berhenti di tingkat kepala desa.
Anggota DPR Daniel Johan menyoroti bahwa Kades Kohod ditahan karena pemalsuan dokumen, bukan karena pembangunan pagar laut.
Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) juga menilai ada kejanggalan. Menurut mereka, mustahil seorang kepala desa mampu membangun pagar sepanjang itu tanpa dukungan pihak lain.
Mereka juga mempertanyakan mengapa tidak ada sanksi bagi pejabat Kantor Pertanahan Kabupaten Tangerang yang menerbitkan SHGB di atas laut.