Radarlambar.bacakoran.co – Banyak orang yang tertarik untuk memelihara satwa, termasuk yang dilindungi oleh undang-undang. Namun, sebelum melakukannya, penting untuk memahami peraturan yang mengatur kepemilikan satwa liar.
Apakah memang diperbolehkan memiliki satwa yang dilindungi? Bagaimana cara mendapatkan izin yang sah untuk penangkaran. Berikut ini penjelasan tentang hal itu
Peraturan yang Mengatur Kepemilikan Satwa Dilindungi
Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem, setiap orang dilarang untuk menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, atau memperniagakan satwa yang dilindungi, baik dalam keadaan hidup maupun mati.
Pelanggaran terhadap peraturan ini dapat berujung pada pidana penjara hingga lima tahun serta denda yang bisa mencapai seratus juta rupiah. Bahkan, jika seseorang melakukan kelalaian, mereka tetap dapat dikenakan hukuman kurungan hingga satu tahun dan denda maksimal lima puluh juta rupiah.
Penangkaran Satwa: Apa yang Harus Diketahui?
Bagi mereka yang tertarik untuk memelihara satwa yang dilindungi, salah satu cara yang sah adalah dengan memiliki izin penangkaran. Penangkaran adalah sebuah unit usaha yang bertujuan untuk mengembangbiakkan satwa liar dan dapat menghasilkan keuntungan komersial dari generasi kedua (F2) dan seterusnya. Satwa yang dihasilkan dari penangkaran tersebut, setelah memenuhi persyaratan tertentu, tidak lagi dianggap sebagai satwa yang dilindungi, berbeda dengan satwa yang ditangkap langsung dari alam.
Penting untuk dicatat bahwa setiap spesimen hasil penangkaran harus diberi tanda permanen, seperti tag, cap, atau tatoo, untuk membedakannya dengan satwa yang ditangkap dari alam. Proses ini bertujuan untuk memastikan bahwa satwa yang dipelihara memiliki asal usul yang jelas, dan memudahkan pelacakan (tracking) mengenai status keturunannya.
Ketentuan Mengenai Satwa Hasil Rampasan atau Penyerahan Masyarakat
Dalam Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.19 Tahun 2015, disebutkan bahwa satwa yang berasal dari hasil rampasan atau penyerahan masyarakat yang tidak diketahui asal-usulnya akan dianggap sebagai satwa hasil tangkapan alam (W). Satwa jenis ini tidak dapat diperjualbelikan dan harus diserahkan kepada negara, meskipun bisa digunakan sebagai indukan dalam penangkaran dengan izin khusus dari Menteri Kehutanan.
Sanksi Hukum bagi Pelanggaran
Bagi siapa saja yang memiliki, memelihara, atau memperniagakan satwa yang dilindungi tanpa izin yang sah, baik itu hasil tangkapan alam atau hasil penangkaran tanpa dokumen yang sesuai, akan dikenakan sanksi pidana. Oleh karena itu, penting bagi para penangkar untuk memiliki izin resmi dan memastikan setiap spesimen yang mereka kelola tercatat dengan baik.
Peran BBKSDA dalam Pengelolaan Penangkaran
BBKSDA (Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam) memiliki tugas untuk membina dan mendampingi unit-unit penangkaran. Mereka memastikan bahwa proses penangkaran berjalan sesuai dengan peraturan yang ada dan memberikan bimbingan kepada para penangkar untuk menjaga kelestarian satwa dan keanekaragaman hayati.
Memiliki satwa yang dilindungi memang bisa dilakukan melalui penangkaran yang sah, namun harus selalu mengikuti aturan yang ditetapkan untuk melindungi keberlanjutan spesies tersebut. Jika ada kesulitan atau ketidakpastian mengenai izin dan prosedur penangkaran, penangkar disarankan untuk berkonsultasi dengan pihak BBKSDA atau lembaga terkait lainnya.
Dengan pemahaman yang tepat mengenai regulasi ini, diharapkan upaya konservasi dan perlindungan satwa dilindungi bisa terlaksana dengan baik, sambil memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk berpartisipasi secara sah dalam pemeliharaan satwa langka. (*)