Cuaca Ekstrem di Jakarta: Tantangan Besar di Tengah Perubahan Iklim

Sabtu 05 Apr 2025 - 16:32 WIB
Reporter : Nopriadi
Editor : Nopriadi

Radarlambar.bacakoran.co -Jakarta, sebagai kota metropolitan terbesar di Indonesia, kini menghadapi tantangan serius akibat perubahan cuaca ekstrem yang semakin tidak terprediksi. Berdasarkan laporan dari WaterAid, Jakarta tercatat sebagai salah satu kota yang terdampak paling parah oleh fenomena climate whiplash, yaitu perubahan cuaca ekstrem yang terjadi secara berurutan antara banjir dan kekeringan.

Climate Whiplash: Fenomena Perubahan Iklim yang Memprihatinkan
Fenomena climate whiplash di Jakarta mengacu pada perubahan cuaca yang sangat cepat dan ekstrim, dari kering yang menyengat hingga banjir yang datang mendalam. Hal ini mempersulit upaya mitigasi dan adaptasi kota terhadap bencana. Jakarta, yang berada di peringkat kedua setelah Hangzhou di Tiongkok, mencatatkan intensifikasi perubahan cuaca yang terjadi secara beruntun, seperti yang dilaporkan oleh WaterAid. Jakarta mengalami perubahan cuaca yang tidak menentu, dengan suhu yang kadang sangat tinggi disertai dengan curah hujan yang sangat besar dalam waktu yang singkat.

Dalam 42 tahun data yang dikumpulkan WaterAid, Jakarta menunjukkan fluktuasi cuaca yang sangat tajam, yang membuat prediksi cuaca menjadi semakin sulit. Hal ini menciptakan tantangan besar dalam pengelolaan air, mulai dari kekurangan air yang parah hingga kontaminasi dan penyebaran penyakit akibat banjir.

Masyarakat Rentan di Jakarta Paling Terkena Dampaknya
Salah satu dampak paling signifikan dari perubahan cuaca ekstrem ini adalah meningkatnya kerentanannya terhadap kelompok masyarakat miskin dan mereka yang tinggal di daerah-daerah rawan bencana. Mereka sering kali tinggal di lokasi yang tidak memiliki akses yang cukup terhadap layanan dasar atau sumber daya yang diperlukan untuk menghadapi bencana alam. Infrastruktur yang sudah tua dan tidak memadai di Jakarta turut memperburuk dampak dari perubahan iklim.

Kondisi ini, menurut Jeanny Sirait, Juru Kampanye Sosial dan Ekonomi Greenpeace Indonesia, semakin diperburuk dengan eksploitasi pembangunan yang menyempitkan ruang terbuka hijau sebagai daerah resapan air. Hal ini menyebabkan wilayah-wilayah tersebut kesulitan menampung air saat hujan ekstrem datang, sementara di musim kemarau, cadangan air tanah menjadi semakin langka.

Dampak Ekstrem di Jakarta: Banjir dan Kekeringan
Banjir yang melanda Jakarta pada Maret 2025 menjadi contoh nyata dari fenomena climate whiplash ini. Dalam waktu yang singkat, Jakarta mengalami cuaca yang sangat panas, disusul dengan banjir yang melanda sebagian besar wilayah Jabodetabek. Dampak dari perubahan iklim ini sangat terasa, bukan hanya bagi warga Jakarta, tetapi juga bagi masyarakat yang berada di sekitar wilayah Surabaya.

Surabaya sendiri, seperti yang tercatat dalam laporan WaterAid, juga menghadapi fenomena serupa, dengan peningkatan intensitas kekeringan dan banjir yang terjadi secara berturut-turut. Ini menunjukkan bahwa Perubahan iklim yang tiba-tiba dan ekstrem kini menjadi ancaman yang sangat nyata bagi kota-kota besar di Indonesia.

Ancaman Pangan: Krisis yang Mengancam Kehidupan
Cuaca ekstrem tidak hanya berdampak pada lingkungan dan infrastruktur, tetapi juga pada ketahanan pangan. Petani dan nelayan, yang sangat bergantung pada pola cuaca yang stabil, semakin kesulitan menghadapi cuaca yang tak menentu. Seperti yang sering didengar, gagal panen dan kesulitan mencari ikan menjadi masalah tahunan yang semakin memperburuk ketahanan pangan nasional.

Kondisi ini tentu akan berdampak pada rantai pasokan pangan, yang menyebabkan harga pangan semakin melonjak. Jeanny Sirait bahkan memperingatkan, jika tidak ada langkah serius dalam mengatasi perubahan iklim, bencana kelaparan bisa saja terjadi di masa depan.

Solusi yang Dibutuhkan: Penghentian Bahan Bakar Fosil dan Kebijakan Adaptasi
Untuk mengatasi masalah ini, para ahli dan aktivis lingkungan menyarankan agar Indonesia mulai serius dalam menghentikan penggunaan bahan bakar fosil secara bertahap. Menurut Fajri Fadhillah dari Indonesian Center for Environmental Law (ICEL), emisi karbon dari batu bara, gas, dan minyak adalah penyumbang utama dalam pemanasan global yang memicu perubahan iklim. Oleh karena itu, langkah-langkah untuk mengurangi konsumsi energi yang tidak ramah lingkungan sangat penting.

Selain itu, perlu adanya peraturan khusus, seperti pengesahan Rancangan Undang-Undang Pengelolaan Perubahan Iklim, yang mengatur adaptasi dan mitigasi terhadap krisis iklim. Dengan adanya regulasi yang lebih tegas, diharapkan masyarakat dan pemerintah dapat bekerja sama untuk menghadapi dampak perubahan iklim yang semakin nyata.

Penutup: Menghadapi Masa Depan yang Tidak Pasti
Perubahan cuaca ekstrem di Jakarta dan kota-kota besar lainnya merupakan tantangan besar yang harus dihadapi oleh seluruh lapisan masyarakat. Mengingat ketidakpastian iklim yang semakin meningkat, langkah-langkah adaptasi dan mitigasi menjadi sangat krusial untuk mengurangi kerugian yang lebih besar. Masyarakat, pemerintah, dan sektor swasta harus bekerja sama untuk menciptakan solusi yang berkelanjutan demi menghadapi masa depan yang lebih baik di tengah ancaman perubahan iklim yang terus berkembang. (*)


Kategori :