Penjualan Sertifikat Hijau PLN Tembus 13,68 TWh per Juni 2025

Sertifikat hijau atau REC LPN merupakan pengakuan atas produksi listrik dari pembangkit EBT yang transparan, akuntabel, serta diakui secara internasional. -Foto-Net-
RADARLAMBAR.BACAKORAN.CO — Sejak pertama kali diperkenalkan pada 2020, penjualan Renewable Energy Certificate (REC) atau sertifikat listrik hijau PT PLN (Persero) menunjukkan lonjakan signifikan. Hingga semester pertama 2025, total penjualan telah mencapai 13,68 terawatt hour (TWh), setara penggunaan listrik jutaan rumah tangga selama satu tahun penuh.
REC merupakan dokumen resmi yang mengonfirmasi bahwa listrik yang digunakan pelanggan dihasilkan sepenuhnya dari pembangkit berbasis energi baru terbarukan (EBT) seperti panas bumi, tenaga air, dan minihidro. Sistem ini diakui secara internasional sehingga memberi jaminan transparansi dan akuntabilitas bagi perusahaan yang menggunakannya.
Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo menjelaskan, layanan listrik hijau ini merupakan salah satu strategi perseroan untuk membantu sektor industri dan bisnis beralih ke energi bersih. Menurutnya, tren global yang mengarah pada pengurangan emisi mendorong banyak perusahaan mencari pemasok listrik ramah lingkungan yang andal, terjangkau, dan mudah diakses. PLN, kata dia, menempatkan REC sebagai jawaban atas kebutuhan tersebut.
Berdasarkan data PLN, penjualan REC pada 2021 tercatat 308.610 megawatt hour (MWh). Setahun kemudian, angka ini melonjak menjadi 1,76 juta MWh. Kenaikan lebih tajam terjadi pada 2023, mencapai 3,54 juta MWh, lalu berlanjut menjadi 5,38 juta MWh pada 2024. Pertumbuhan pesat ini mencerminkan peningkatan minat pelanggan, terutama dari sektor industri manufaktur, teknologi, hingga perusahaan multinasional yang menerapkan target net zero emission.
Darmawan menambahkan, semakin banyak perusahaan, baik dari dalam negeri maupun luar negeri, yang mempercayakan kebutuhan listrik hijau mereka melalui PLN. Pihaknya optimistis tren positif ini akan berlanjut seiring meningkatnya kesadaran dunia usaha terhadap keberlanjutan dan tuntutan regulasi internasional.
Saat ini, PLN mengoperasikan sepuluh pembangkit EBT untuk memasok layanan REC. Pembangkit tersebut meliputi Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Kamojang, Ulubelu, Lahendong, dan Ulumbu; Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Cirata, Bakaru, Orya Genyem, Saguling, dan Mrica; serta Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro (PLTM) Lambur.
Selain memberikan nilai tambah bagi pelanggan, penjualan REC menjadi salah satu cara PLN mendukung pencapaian target bauran energi nasional. Pemerintah menargetkan porsi EBT dalam pembangkit listrik mencapai 23 persen pada 2025. Keberadaan REC diharapkan dapat mempercepat pencapaian target ini, sekaligus membuka peluang bisnis baru bagi PLN di pasar energi hijau global.
Dengan harga satu unit REC setara 1.000 kilowatt hour (kWh) sebesar Rp35 ribu, skema ini dinilai mampu memberi akses yang terjangkau bagi perusahaan untuk memperoleh pengakuan penggunaan listrik hijau. Pasar internasional juga mulai melihat Indonesia sebagai penyedia listrik bersih yang potensial, mengingat kapasitas EBT domestik masih bisa terus dikembangkan. (*/edi)