Radarlambar.bacakoran.co -Di Jalan Batik Rengganis, Bandung, sebuah kantor koperasi bercat putih berdiri dalam sunyi. Pagar hitamnya terkunci rapat, menandai hilangnya aktivitas yang dahulu berlangsung rutin. Kantor itu milik Koperasi Melania Credit Union, yang kini hanya menyisakan kenangan pahit bagi para anggotanya. Salah satunya adalah Haris, yang sejak 2016 menabung demi pendidikan anak, namun sejak akhir 2024 gagal menarik dana yang semestinya sudah cair.
Kantor tersebut sudah lama tak beroperasi. Tak ada pegawai, tak ada pelayanan. Beberapa orang yang datang berharap sekadar bertemu pengurus, hanya mendapati gembok dan keheningan. Petugas keamanan di area itu mengonfirmasi bahwa para pegawai telah berhenti bekerja karena tak lagi menerima gaji.
Bukan hanya satu dua orang yang menjadi korban. Banyak anggota koperasi yang menyimpan uang hasil kerja kerasnya—dari tabungan pensiun, penjualan kendaraan, hingga simpanan usaha kecil—kini tidak tahu harus ke mana mencari keadilan. Dana yang seharusnya bisa digunakan untuk kebutuhan mendesak, justru terjebak dalam ketidakjelasan.
Komite Krisis yang dibentuk oleh anggota koperasi mencatat bahwa masalah gagal bayar telah terjadi sejak pertengahan 2023. Informasi yang diberikan pihak koperasi pun terbatas. Mereka berdalih bahwa dana masih tersangkut di luar, tanpa disertai transparansi atau kejelasan lebih lanjut.
Upaya untuk meminta penjelasan dari manajemen tidak membuahkan hasil. Para pengurus koperasi tak memberikan tanggapan yang memadai. Jalur komunikasi melalui pesan pun hanya mengarahkan kembali ke pengurus inti yang juga tak merespons. Ketertutupan ini semakin menambah keresahan para anggota.
Koperasi Melania awalnya berdiri tahun 1991 dari komunitas gereja dan mulai terbuka untuk umum sejak 2003. Dengan sejarah panjang itu, banyak yang percaya dan menanamkan dana dalam jumlah besar. Kepercayaan tersebut kini goyah, bahkan nyaris runtuh. Informasi yang beredar menunjukkan bahwa koperasi diduga gagal membayar hingga Rp 210 miliar, menyisakan ribuan anggota dalam ketidakpastian.
Apa yang dulunya menjadi simbol kemandirian ekonomi dan semangat gotong royong, kini berubah menjadi sumber kecemasan. Bukan hanya soal uang yang tak kembali, tapi juga mengenai rusaknya rasa aman, dan hilangnya pegangan ekonomi bagi banyak keluarga.
Pelajaran dari Krisis Melania
Kasus ini menjadi pengingat bahwa koperasi sebagai lembaga keuangan rakyat harus dijalankan dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas. Ketika fungsi itu gagal, dampaknya bisa sangat luas dan menyakitkan. Para anggota yang menjadi korban disarankan untuk bersatu melalui Komite Krisis dan mempertimbangkan langkah hukum untuk memperjuangkan hak mereka.
Jika kamu ingin, aku bisa bantu membuat timeline visual perjalanan kasus ini, atau mengubahnya jadi format thread pendek ala media sosial biar makin mudah disebarkan dan meningkatkan kesadaran publik. Mau coba? (*)