Radarlambar.bacakoran.co- Ketertarikan seorang anak muda terhadap budaya luar biasa bisa mengantarkannya jauh dari kenyamanan hidup. Itulah yang dialami Michael Rockefeller, pemuda dari keluarga kaya raya di Amerika Serikat, yang justru memilih menjelajah kawasan yang saat itu hampir tak dikenal dunia luar: pedalaman Papua.
Dilahirkan dalam keluarga berpengaruh—ayahnya, Nelson Rockefeller, merupakan tokoh politik ternama—Michael memiliki akses terhadap pendidikan dan fasilitas terbaik. Namun, alih-alih mengikuti jejak keluarga di bidang bisnis atau pemerintahan, ia justru menaruh perhatian besar terhadap antropologi.
Perjalanannya ke Papua dimulai tahun 1961. Dalam usia muda, ia bergabung dengan tim akademik dari Universitas Harvard. Penelitian awal dilakukan di wilayah pegunungan tengah, berinteraksi dengan masyarakat Suku Dani yang dikenal memiliki budaya unik. Selain mencatat kehidupan masyarakat, tim juga mendokumentasikan kegiatan mereka dalam bentuk film.
Namun rasa ingin tahu Michael tidak berhenti di situ. Setelah menyelesaikan tugas bersama tim, ia kembali ke wilayah Papua. Tujuannya kali ini adalah menyusuri daerah yang lebih jauh dan lebih sulit dijangkau: kawasan tempat tinggal masyarakat Asmat di bagian selatan pulau.
Perjalanan dilakukan melalui jalur sungai, dengan perahu sebagai satu-satunya alat transportasi yang memungkinkan. Dalam rombongan kecil itu, Michael ditemani seorang pakar asal Belanda dan dua pemandu lokal. Jalur yang mereka pilih terkenal sulit dan berbahaya, namun tekad untuk menjangkau masyarakat terpencil mengalahkan rasa gentar.
Malang tak dapat ditolak. Saat melintasi sungai yang arusnya semakin deras akibat cuaca buruk, perahu yang mereka tumpangi terbalik. Dalam situasi genting itu, Michael memutuskan berenang ke daratan, berharap bisa mencari pertolongan. Ia menggunakan jerigen kosong sebagai pelampung.
Sejak saat itu, keberadaan Michael tak pernah diketahui lagi. Rekan-rekannya berhasil selamat dan tiba di tempat aman. Namun, Michael tidak muncul. Upaya pencarian dilakukan besar-besaran, melibatkan otoritas dari Amerika dan Belanda. Bahkan ayahnya datang langsung ke Papua untuk memantau prosesnya.
Meski berbagai teori muncul—mulai dari dugaan tenggelam, diserang hewan liar, hingga kemungkinan dibunuh—tidak ada satu pun yang benar-benar terbukti. Tidak ditemukan jasad, tidak pula barang-barang pribadinya.
Hilangnya Michael Rockefeller menjadi salah satu misteri besar dalam sejarah eksplorasi modern. Seorang pewaris kekayaan dunia justru menghilang di tempat yang jarang dijamah, meninggalkan pertanyaan yang tak kunjung terjawab hingga kini.(*)