Isu Perubahan Kewenangan KPK atas Pimpinan BUMN: Dampak dan Kontroversi

Rabu 07 May 2025 - 15:03 WIB
Reporter : Nopriadi
Editor : Nopriadi

Radarlambar.bacakoran.co -Isu yang berkembang mengenai perubahan kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menangani kasus korupsi di Badan Usaha Milik Negara (BUMN) semakin mengemuka setelah disahkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang BUMN. Undang-undang ini memperkenalkan ketentuan baru yang menyatakan bahwa anggota direksi, dewan komisaris, dan dewan pengawas BUMN bukan lagi dianggap sebagai penyelenggara negara. Ketentuan ini memiliki dampak besar terhadap kewenangan KPK, yang selama ini hanya berhak menangani kasus korupsi yang melibatkan penyelenggara negara.

Perubahan status hukum ini memunculkan pertanyaan besar di masyarakat, terutama terkait dengan kapasitas KPK dalam menindak kasus-kasus korupsi yang melibatkan BUMN. Sebelumnya, KPK memiliki kewenangan penuh untuk menangani kasus yang melibatkan penyelenggara negara, dengan syarat kerugian negara mencapai minimal Rp1 miliar. Namun, dengan perubahan ini, jelas ada kekhawatiran bahwa KPK akan kesulitan menindaklanjuti kasus korupsi di lingkungan BUMN.

Reaksi Pemerintah terhadap Perubahan Hukum BUMN

Menteri BUMN, Erick Thohir, langsung memberikan penjelasan mengenai kekhawatiran ini. Ia menegaskan bahwa perubahan status hukum tersebut bukan berarti memberikan kekebalan hukum bagi pimpinan BUMN. Menurutnya, siapa pun yang terbukti terlibat dalam korupsi tetap akan diproses hukum, terlepas dari status mereka sebagai penyelenggara negara atau bukan. Erick juga memastikan bahwa Kementerian BUMN tengah berkoordinasi dengan KPK dan Kejaksaan Agung untuk menyelaraskan aturan baru tersebut. Hal ini penting agar meskipun status hukum pimpinan BUMN berubah, pemberantasan korupsi tetap berjalan dengan efektif.

Kontroversi dan Kritik atas Perubahan UU BUMN

Di sisi lain, perubahan ini juga menuai kritik karena dianggap bertentangan dengan semangat pemberantasan korupsi yang selama ini dijaga oleh berbagai lembaga negara. Para pengamat menilai bahwa langkah ini justru membuka celah bagi terjadinya praktik korupsi di dalam BUMN, yang berpotensi merugikan keuangan negara. Isu ini semakin panas karena banyak yang melihat perubahan ini sebagai langkah mundur dalam upaya memberantas korupsi di sektor publik.

Pentingnya Pengawasan dalam Penegakan Hukum

Untuk itu, penting bagi aparat penegak hukum untuk berhati-hati dalam menerapkan ketentuan baru ini. Meskipun perubahan status hukum ini memberikan perlindungan hukum bagi pimpinan BUMN dalam konteks pengambilan keputusan bisnis, tetap diperlukan pengawasan yang ketat agar tidak disalahgunakan. Semua pihak, termasuk KPK, Kejaksaan Agung, dan Kementerian BUMN, harus bekerja sama untuk memastikan bahwa pemberantasan korupsi tetap menjadi prioritas utama.

Komitmen Pemerintah untuk Memperkuat Pengawasan Korupsi

Secara keseluruhan, meskipun perubahan hukum ini memunculkan banyak pertanyaan, pemerintah berkomitmen untuk menjaga agar penegakan hukum tidak terhambat. Dengan adanya kerja sama antarlembaga dan penguatan sistem pengawasan, diharapkan korupsi di lingkungan BUMN tetap dapat ditekan, meskipun ada perubahan signifikan dalam regulasi yang berlaku. (*)

Kategori :