Tragedi Sugapa: Jenazah Hetina Mirip Ditemukan dalam Kondisi Mengenaskan, Komnas HAM Papua Buka Suara

Senin 26 May 2025 - 13:10 WIB
Reporter : Nopriadi
Editor : Nopriadi

Radarlambar.bacakoran.co -Konflik bersenjata yang kembali memanas di Papua membawa duka mendalam bagi warga sipil. Seorang perempuan bernama Hetina Mirip ditemukan dalam kondisi tak manusiawi di Distrik Sugapa, Kabupaten Intan Jaya. Ia diduga menjadi korban dalam operasi militer Satuan Tugas Habema yang berlangsung pada Rabu dini hari, 14 Mei 2025.

Jenazah Hetina ditemukan sembilan hari setelah baku tembak antara aparat dan milisi Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) usai. Ia terkubur dangkal di dekat sebuah ladang milik warga di kampung Jaindapa, hanya sekitar 60 hingga 70 sentimeter dari permukaan tanah. Kondisinya memprihatinkan—wajah bengkak, lengan kiri menunjukkan bekas luka memar, dan sebagian tubuhnya tidak terkubur dengan layak.

Komnas HAM Papua menyoroti penemuan jenazah ini sebagai pelanggaran terhadap nilai-nilai kemanusiaan. Laporan dari mitra mereka di lapangan menyebutkan bahwa proses pemakaman Hetina jauh dari pantas. Meski belum ada bukti pasti yang mengarah pada pelaku pembunuhan, baik dari pihak TNI maupun milisi bersenjata, lembaga tersebut tengah memverifikasi semua temuan dan kesaksian.

Dalam tradisi masyarakat adat Migani, suku yang mendiami wilayah Intan Jaya, perempuan sangat dihormati. Mereka dilarang menjadi sasaran kekerasan, apalagi sampai kehilangan nyawa akibat konflik bersenjata. Kematian Hetina dianggap sebagai bentuk pelanggaran terhadap nilai budaya dan martabat masyarakat lokal.

Setelah ditemukan, jenazah Hetina dibakar oleh warga, sebuah tindakan yang sesuai dengan ritual pemakaman masyarakat sekitar. Namun, di balik tindakan itu, tersimpan trauma dan luka batin yang mendalam bagi keluarga dan komunitas yang ditinggalkan.

Kisah Hetina juga menggugah nurani publik lewat pesan dari seseorang yang mengaku sebagai anak kandungnya. Dalam pesan yang diterima Tempo, sang anak menyampaikan seruan emosional kepada Presiden Prabowo Subianto, memintanya untuk membuka mata terhadap konflik yang terus merenggut korban sipil. Hetina, dalam kesaksian itu, disebut sebagai seorang ibu rumah tangga biasa—jauh dari kancah milisi atau persenjataan.

Di sisi lain, peristiwa yang memicu penemuan jenazah Hetina adalah baku tembak antara Satgas Habema dan TPNPB. TNI menyatakan bahwa 18 anggota milisi pimpinan Undius Kogoya tewas, namun klaim ini dibantah oleh TPNPB. Menurut mereka, hanya tiga orang milisi yang gugur, sementara sisanya adalah warga sipil yang turut menjadi korban dalam operasi tersebut.

Tragedi ini kembali menyoroti betapa rapuhnya garis pemisah antara operasi keamanan dan perlindungan sipil di wilayah konflik. Papua masih terus menjerit dalam bayang-bayang kekerasan, dan kisah Hetina menjadi simbol luka yang belum sembuh—sekaligus panggilan mendesak untuk keadilan, transparansi, dan penyelesaian damai yang berpihak pada nilai-nilai kemanusiaan. (*)

Kategori :