RADARLAMBARBACAKORAN.CO – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengusut kasus dugaan korupsi terkait penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji pada Kementerian Agama tahun 2023–2024. Lembaga antirasuah itu menargetkan pengumuman tersangka dilakukan secepatnya setelah proses pemeriksaan saksi, analisis dokumen, serta penelaahan barang bukti yang dianggap relevan.
KPK juga segera meminta audit resmi kerugian keuangan negara dari lembaga auditor negara. Hasil audit ini akan menjadi dasar penting untuk memastikan adanya kerugian negara sekaligus memperkuat konstruksi hukum terhadap calon tersangka.
Penyidikan perkara ini sendiri dimulai usai KPK memeriksa mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas pada awal Agustus 2025. Lembaga itu juga berkoordinasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk menghitung potensi kerugian negara. Perhitungan awal KPK menyebut angka kerugian lebih dari Rp1 triliun, sebuah jumlah yang menimbulkan perhatian publik.
Seiring dengan itu, KPK telah mencegah tiga orang bepergian ke luar negeri, termasuk mantan Menag Yaqut. Langkah ini ditempuh guna mengantisipasi risiko hilangnya jejak penyidikan maupun mengamankan keberlangsungan proses hukum.
Di sisi lain, DPR melalui Panitia Khusus (Pansus) Angket Haji menemukan sejumlah kejanggalan dalam penyelenggaraan ibadah haji tahun 2024. Pansus menyoroti kebijakan pembagian kuota tambahan haji sebesar 20.000 jamaah yang dibagi sama rata, yakni 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus.
Skema tersebut dinilai bertentangan dengan Pasal 64 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, yang menegaskan proporsi haji khusus hanya 8 persen, sementara 92 persen untuk haji reguler. Pelanggaran regulasi inilah yang semakin memperkuat dugaan adanya praktik penyalahgunaan kewenangan dalam penentuan kuota.
Dengan kerugian negara yang ditaksir mencapai triliunan rupiah serta potensi pelanggaran undang-undang, publik kini menunggu langkah tegas KPK dalam menetapkan tersangka. Kasus ini dipandang bukan hanya soal tata kelola kuota haji, tetapi juga soal kepercayaan umat terhadap integritas penyelenggaraan ibadah paling sakral dalam ajaran Islam.(*)