Gunakan AI, Telegram Blokir 15 Juta Grup dan Saluran Berbahaya

Ilustrasi Aplikasi Telegram. Foto:Pixabay--

Radarlambar.bacakoran.co- Pada 2024 ini, Telegram berhasil memblokir lebih dari 15 juta grup dan saluran yang terlibat dalam aktivitas berbahaya, termasuk penipuan dan penyebaran konten terorisme.

Langkah ini diambil sebagai respons terhadap tekanan untuk membersihkan platform dari konten ilegal, terutama setelah pendiri dan CEO Telegram, Pavel Durov, ditangkap di Perancis. Durov ditangkap pada Agustus 2024 terkait dugaan keterlibatannya dalam mendistribusikan konten berbahaya melalui aplikasi Telegram.

Sebagai bagian dari upaya membersihkan platform, Telegram kini memanfaatkan kecerdasan buatan (AI) untuk meningkatkan alat moderasi, selain laporan dari pengguna dan pemantauan langsung. Sejak awal tahun 2024, Telegram telah memblokir 15.525.053 grup dan saluran yang terindikasi menyebarkan konten ilegal atau berbahaya.

Diantaranya, sekitar 707.576 grup dan saluran diblokir karena terdeteksi menyebarkan konten pelecehan seksual anak (Child Sexual Abuse Materials/CSAM), dan 130.119 lainnya karena menyebarkan propaganda teroris atau seruan kekerasan.

Untuk memudahkan publik dalam memantau upaya moderasi ini, Telegram juga meluncurkan halaman moderasi baru di [telegram.org/moderation](https://telegram.org/moderation), di mana pengguna dapat melihat data blokir grup dan saluran setiap hari.

Di halaman ini, Telegram juga menyediakan informasi tentang bagaimana cara melaporkan konten berbahaya. Pengguna dapat melaporkan pesan atau istilah pencarian yang berkaitan dengan konten ilegal, dengan cara yang sangat mudah diakses baik di aplikasi Android, iOS, maupun desktop.

Telegram juga bekerja sama dengan berbagai organisasi internasional, termasuk ETIDAL, Pusat Global untuk Memerangi Ideologi Ekstremis, untuk meningkatkan upaya moderasi. Sejak 2022, kerja sama ini telah berhasil menghapus lebih dari 100 juta konten teroris.

Langkah-langkah ini diambil dalam rangka meningkatkan keamanan dan kenyamanan pengguna Telegram, sekaligus menjawab kecaman terhadap penggunaan platform untuk kejahatan digital dan penyebaran ideologi ekstrem.(*)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan