Jadi Momok, Opsen Pajak Kendaraan Bakal Bikin Warga 'Ogah' Beli Mobil Baru
Ketentuan opsen pajak kendaraan menjadi momok bagi industri otomotif. Foto/CNN--
Radarlambar.bacakoran.co- Menteri Perindustrian Agus Gumiwang menyampaikan kekhawatirannya mengenai dampak kebijakan opsen pajak kendaraan yang mulai berlaku pada 5 Januari 2025.
Menurutnya, penerapan pungutan tambahan pajak kendaraan bermotor dapat menghambat penjualan kendaraan baru di Indonesia.
Kebijakan ini memaksa pemilik kendaraan untuk membayar dua jenis pajak kendaraan bermotor, yaitu Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB), ditambah opsen untuk masing-masing pajak tersebut.
Menurut Agus, keberadaan opsen pajak ini berpotensi menurunkan minat beli masyarakat terhadap kendaraan baru. Akibatnya, pendapatan daerah yang seharusnya diperoleh dari pajak kendaraan bisa terganggu.
Pasalnya, masyarakat lokal mungkin tidak mampu membeli kendaraan baru, yang pada akhirnya membuat pemasukan dari pajak tersebut tidak maksimal.
Opsen pajak kendaraan diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD).
Tiga jenis pajak daerah yang dikenakan opsen meliputi PKB, BBNKB, dan Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB). Dengan adanya opsen, setiap pembelian kendaraan baru akan dikenakan tarif tambahan yang langsung masuk ke kas pemerintah kabupaten/kota, sementara pajak kendaraan utama tetap masuk ke kas pemerintah provinsi.
Untuk memberikan gambaran lebih jelas, dalam perhitungan pajak di Provinsi Jawa Timur, jika seorang pembeli membeli mobil Avanza tipe 1.3 E M/T dengan nilai jual kendaraan bermotor (NJKB) Rp175 juta, maka pajak kendaraan yang harus dibayar sebelum dikenakan opsen adalah sekitar Rp3.675.000. Namun, dengan penerapan opsen PKB, total pajak yang harus dibayar menjadi Rp3.650.300, dengan opsen sebesar Rp1.445.300 masuk ke kas pemerintah kabupaten/kota.
Selain itu, opsen BBNKB untuk kendaraan baru juga dikenakan tarif tambahan yang dihitung berdasarkan persentase tertentu. Misalnya, untuk pembelian kendaraan seharga Rp300 juta, opsen BBNKB yang harus dibayar mencapai Rp23.760.000, yang menjadikan total BBNKB dan opsen yang harus dibayar mencapai Rp59.760.000.
Agus Gumiwang menegaskan bahwa meskipun kebijakan ini bertujuan untuk meningkatkan pendapatan daerah, namun dalam jangka pendek, dampaknya justru dapat merugikan sektor otomotif dan perekonomian daerah itu sendiri.(*)