Kemendag Tuduh Kebijakan Sri Mulyani Jadi Penyebab Kenaikan Harga Minyakita

Melonjaknya Harga Minyak Goreng Merek Minyakita di Pasar.  -Foto Dok --

Radarlambar.bacakoran.co - Kementerian Perdagangan (Kemendag) dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) terlibat dalam perdebatan sengit mengenai penyebab melonjaknya harga minyak goreng merek Minyakita di pasar. Dalam pernyataannya, Kemendag menyebutkan bahwa kebijakan Wajib Pungut (Wapu) yang diterapkan oleh Menteri Keuangan, Sri Mulyani, menjadi salah satu faktor utama yang memengaruhi kenaikan harga Minyakita.

Menurut Staf Ahli Bidang Manajemen dan Tata Kelola Kemendag, Iqbal Shoffan Shofwan, kebijakan Wajib Pungut yang mewajibkan badan usaha tertentu untuk memungut, menyetorkan, dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas transaksi barang dan jasa ini memberi dampak besar terhadap proses distribusi Minyakita oleh BUMN pangan. 

“Salah satu tantangan yang dihadapi oleh BUMN pangan adalah kesulitan dalam mendistribusikan Minyakita akibat adanya kewajiban Wajib Pungut yang harus dilaksanakan,” kata Iqbal dalam acara Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi di Kementerian Dalam Negeri pada Senin, 13 Januari 2025.

Lebih lanjut, Iqbal menjelaskan bahwa Menteri Perdagangan, Budi Santoso, telah mengirimkan surat kepada Sri Mulyani pada awal tahun 2025 untuk meminta adanya relaksasi terhadap kebijakan Wajib Pungut ini. Dalam surat tersebut, Kemendag meminta agar aturan tersebut dilonggarkan, khususnya untuk pembelian Minyakita oleh BUMN pangan. Meski demikian, Iqbal tidak merinci secara jelas berapa besar kontribusi kebijakan Wajib Pungut terhadap lonjakan harga Minyakita yang terjadi saat ini.

Sebagai informasi, Wajib Pungut adalah ketentuan yang mewajibkan pihak tertentu untuk memungut, menyetorkan, dan melaporkan PPN atas transaksi barang atau jasa. 

Pihak yang ditunjuk sebagai pemungut pajak ini bukanlah pengusaha yang menyerahkan barang atau jasa, melainkan konsumen tertentu yang diwajibkan untuk memungut PPN dari transaksi tersebut. Dalam konteks ini, badan usaha tertentu, termasuk BUMN pangan, bertanggung jawab untuk menjalankan kewajiban ini.

Sejumlah regulasi yang menjadi dasar hukum bagi kebijakan Wajib Pungut antara lain Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang PPN dan PPnBM, serta sejumlah Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur tata cara pemungutan PPN oleh instansi pemerintah dan badan usaha tertentu. 

Salah satu regulasi terbaru yang relevan adalah Peraturan Menteri Keuangan Nomor 58/PMK.03/2022 yang memberikan pedoman rinci mengenai tata cara pemungutan PPN, termasuk penggunaan teknologi digital dalam mempercepat proses administrasi dan pelaporan.

Beberapa perubahan signifikan terkait mekanisme Wajib Pungut dalam peraturan terbaru meliputi penggunaan e-Faktur untuk mempercepat proses administrasi, perluasan subjek Wapu yang ditunjuk, serta kewajiban pelaporan yang lebih detail dan lebih terintegrasi dengan Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

Selain itu, ada penyederhanaan proses pelaporan bagi Wapu baru dan penyesuaian ambang batas transaksi yang dikenakan kewajiban pemungutan. Pemerintah juga memperkuat pengawasan dan sanksi bagi ketidakpatuhan dalam menjalankan kewajiban ini.

Terkait dengan perdebatan antara Kemendag dan Kemenkeu, sejumlah pihak berpendapat bahwa kebijakan ini mungkin perlu ditinjau kembali, mengingat dampaknya yang cukup besar terhadap harga kebutuhan pokok, termasuk Minyakita. Sementara itu, Kemenkeu sendiri menanggapi bahwa kebijakan Wajib Pungut adalah bagian dari upaya untuk meningkatkan kepatuhan pajak dan mengurangi potensi kebocoran pajak di sektor ini.

Dalam beberapa bulan terakhir, harga Minyakita memang mengalami lonjakan yang cukup signifikan, memicu keluhan dari konsumen dan pedagang di pasar. Pemerintah kini tengah mencari solusi agar harga Minyakita dapat kembali stabil, dengan mempertimbangkan berbagai aspek kebijakan yang berperan dalam proses distribusi dan regulasi harga.(*)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan