Migrant Care Desak Pemerintah Indonesia Usut Tuntas Kasus Penembakan PMI di Malaysia

Foto : Direktur Eksekutif Migrant CARE Wahyu Susilo (dok.voiceindonesia.co/wahyu Susilo)--
Radarlambar.bacakoran.co -Pemerintah Indonesia diminta untuk serius menuntaskan kasus penembakan lima pekerja migran asal Indonesia (PMI) yang terjadi di Malaysia. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Migrant Care mencatat setidaknya ada 75 pekerja migran Indonesia yang meninggal dalam 20 tahun terakhir, dengan dugaan kasus extrajudicial killing, atau pembunuhan di luar proses peradilan yang dilakukan oleh aparat Malaysia.
Direktur Migrant Care, Wahyu Susilo, menegaskan bahwa kejadian serupa terjadi hampir setiap tahun tanpa penyelesaian yang tuntas. Ia pun mendesak agar pemerintah Indonesia tidak hanya mengungkap kasus penembakan terbaru tersebut, tetapi juga menginvestigasi kasus-kasus serupa yang telah menelan banyak korban. Wahyu juga berharap agar aparat Malaysia tidak dibiarkan bertindak sewenang-wenang tanpa sanksi, mengingat adanya praktek impunitas di balik pembunuhan tersebut.
Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Indonesia telah mengirimkan nota diplomatik kepada pemerintah Malaysia untuk mendorong investigasi menyeluruh terkait insiden tersebut. Kemenlu Indonesia juga memastikan bahwa mereka telah melakukan akses kekonsuleran kepada empat WNI yang selamat dan sedang menjalani perawatan di rumah sakit di Malaysia. Dua korban yang selamat, HA dan MZ, menyatakan bahwa mereka tidak melakukan perlawanan dengan senjata tajam, berbeda dengan keterangan aparat Malaysia yang menyebutkan adanya perlawanan dengan parang.
Sementara itu, otoritas Malaysia melalui Polis Diraja Malaysia (PDRM) menyebutkan bahwa para pekerja migran tersebut berusaha melarikan diri menggunakan jalur ilegal dan sempat menabrakkan kapal yang mereka tumpangi sebanyak empat kali. Namun, keterangan ini tidak sejalan dengan penuturan dua korban yang selamat, yang membantah adanya serangan terhadap aparat.
Pemerintah Indonesia juga tengah mempersiapkan pemulangan jenazah korban yang meninggal, yang direncanakan pada 29 Januari 2025. Selain itu, Kementerian Luar Negeri dan KBRI Kuala Lumpur akan terus memberikan pendampingan hukum kepada keluarga korban dan memastikan hak-hak mereka terpenuhi, termasuk biaya perawatan di rumah sakit.
Wahyu Susilo juga menambahkan bahwa komisi HAM dari kedua negara, termasuk Komnas HAM Indonesia dan Suruhanjaya Hak Asasi Manusia Malaysia, perlu terlibat dalam investigasi kasus ini. Menurutnya, aparat Malaysia sering kali berpersepsi negatif terhadap pekerja migran Indonesia, yang dianggap sebagai pelaku kriminal, sehingga menambah rentannya mereka terhadap tindakan sewenang-wenang.
Para aktivis dan lembaga perlindungan pekerja migran menilai bahwa perlu ada tindakan tegas terhadap aparat yang terlibat dalam praktik extrajudicial killing, agar kejadian serupa tidak terulang di masa depan. Ke depan, diharapkan ada upaya yang lebih efektif dari kedua negara untuk melindungi hak-hak pekerja migran, serta memastikan bahwa mereka tidak menjadi korban diskriminasi dan kekerasan tanpa proses hukum yang jelas.
Hidayat menegaskan bahwa relokasi bukanlah solusi yang tepat. Ia berharap dunia internasional dapat bekerja sama untuk memastikan perdamaian di Palestina, dengan menghentikan pendudukan Israel dan memberikan dukungan penuh terhadap hak-hak warga Palestina.