Fatmawati : Penjahit Bendera Merah Putih dan Jejak Sejarahnya

Jahitan tangan Fatmawati pada bendera pusaka menjadi simbol perjuangan kemerdekaan Indonesia-freepik.com-

RADARLAMBAR.BACAKORAN.CO - Fatmawati, perempuan yang namanya tercatat dalam sejarah perjuangan Indonesia, lahir di Bengkulu pada 5 Februari 1923. 

Ia merupakan putri dari pasangan Hassan Din dan Siti Chodijah yang berasal dari Minangkabau. 

Perannya dalam sejarah Indonesia sangat besar, terutama sebagai istri Presiden pertama Republik Indonesia, Ir. Soekarno, sekaligus sebagai sosok yang menjahit bendera Merah Putih yang dikibarkan pada Proklamasi Kemerdekaan.

Fatmawati menikah dengan Ir. Soekarno pada 1 Juni 1943, dan mereka dikaruniai lima anak: Guntur Soekarnoputra, Megawati Soekarnoputri, Rachmawati Soekarnoputri, Sukmawati Soekarnoputri, dan Guruh Soekarnoputra. 

Saat Jepang menjanjikan kemerdekaan bagi Indonesia pada 1944, persiapan menuju kemerdekaan pun dilakukan. 

Salah satu tantangan yang dihadapi Fatmawati adalah mencari kain merah dan putih untuk bendera nasional. 

Dengan bantuan seorang perantara Jepang-Indonesia bernama Shimizu, ia akhirnya memperoleh kain yang dibutuhkan untuk menjahit bendera yang kelak menjadi lambang negara.

Pada Oktober 1944, dalam usia 21 tahun dan sedang mengandung anak pertama, Fatmawati mulai menjahit bendera Merah Putih secara manual di ruang tamu rumahnya. 

Karena kondisi kesehatannya, dokter melarangnya menggunakan mesin jahit kaki. Dalam waktu dua hari, bendera tersebut selesai dijahit dan menjadi bendera terbesar di Jakarta kala itu.

Pada 17 Agustus 1945, bendera hasil jahitan Fatmawati dikibarkan dalam upacara Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia di Jalan Pegangsaan Timur No. 56, Jakarta. 

Pengibaran dilakukan oleh Latief Hendraningrat, Suhud Sastro Kusumo, dan SK Trimurti, yang disaksikan oleh rakyat Indonesia dengan penuh kebanggaan.

Sejak saat itu, antara tahun 1946 hingga 1968, bendera pusaka hanya dikibarkan setiap 17 Agustus. 

Namun, karena kondisinya yang semakin rapuh, mulai tahun 1969, bendera pusaka tidak lagi dikibarkan dan disimpan di Istana Merdeka sebagai warisan sejarah bangsa.

Perjuangan untuk menjaga bendera pusaka tidak berhenti di situ. Pada 19 Desember 1948, ketika Belanda melancarkan Agresi Militer II dan berhasil merebut Yogyakarta, Presiden Soekarno memerintahkan ajudannya, Husein Mutahar, untuk mengamankan bendera pusaka agar tidak jatuh ke tangan musuh.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan