PPK Balai Teknik Perkeretaapian Semarang Terima Suap Rp55,4 Miliar, Tuntutannya: 4 Tahun Penjara

PPK Balai Teknik Perkeretaapian Semarang Terima Suap Rp55,4 Miliar, Tuntutannya: 4 Tahun Penjara. Foto/net--
Radarlambar.bacakoran.co -Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Balai Teknik Perkeretaapian (BTP) Jawa Bagian Tengah, Yofi Okatrisza, dihadapkan dengan tuntutan pidana penjara selama 4 tahun oleh Penuntut Umum KPK di Pengadilan Tipikor Semarang. Yofi terbukti menerima suap sejumlah Rp55,4 miliar dari kontraktor yang mengerjakan proyek perkeretaapian di Jawa Tengah dan DIY.
Dalam sidang pada Kamis (13/2/2025), Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK, Agus Prasetya Raharja, menilai Yofi telah menerima suap sesuai dengan bukti yang ada di persidangan. Meskipun terdakwa membantah dan mengaku hanya menerima Rp30,6 miliar, JPU tidak menerima dalih tersebut karena tidak sesuai dengan bukti yang ada. Oleh karena itu, JPU menuntut hukuman pidana penjara 4 tahun dan denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan.
Selain itu, JPU KPK juga menuntut agar Yofi membayar uang pengganti sebesar Rp55,4 miliar. Namun, jumlah tersebut dikurangi dengan barang bukti berupa deposito, logam mulia, properti, dan kendaraan yang telah disita senilai Rp34,06 miliar. Dengan demikian, sisa uang pengganti yang dibebankan kepada Yofi adalah Rp21,3 miliar. Jika tidak membayar dalam waktu sebulan setelah putusan inkrah, harta bendanya akan disita dan dilelang untuk menutupi kerugian negara.
Tuntutan tersebut didasarkan pada perbuatan pidana yang dilakukan oleh terdakwa, yang merusak program pemerintahan yang bersih dari korupsi. Di sisi lain, terdapat pertimbangan yang meringankan, seperti tanggungan keluarga terdakwa dan sikap sopan selama persidangan.
Yofi, yang menjabat sebagai PPK di BTP Semarang pada periode 2017-2020, mengaku menerima fee dari pengondisian proyek-proyek perkeretaapian sebagai imbalan di luar pendapatan resminya. Fee tersebut mengalir tidak hanya kepada dirinya, tetapi juga kepada pejabat lain di bawah naungan Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan. Bahkan, uang korupsi tersebut digunakan untuk membiayai kampanye Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019.
Dalam persidangan, Yofi mengungkapkan bahwa aliran fee juga melibatkan pihak-pihak lain, termasuk auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang memeriksa proyek-proyek tersebut, serta pejabat tinggi Kemenhub, termasuk eks Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi.
Selain itu, Yofi juga ditetapkan sebagai justice collaborator, yang berarti ia bekerja sama dengan penegak hukum untuk mengungkap keterlibatan pihak-pihak lain dalam tindak pidana korupsi ini.(*)