PAD SERET, Fraksi Adem Kritik Penundaan Tapping Box

RAPAT paripurna dengan agenda penyampaian pemandangan umum fraksi-fraksi DPRD terhadap RPJMD 2025 - 2029 di ruang sidang Marghasana DPRD setempat kemarin. Foto Dok--
BALIKBUKIT – Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Lampung Barat kembali menjadi perhatian publik. Kali ini, sorotan datang dari Fraksi Amanat Demokrat (Adem) DPRD Lampung Barat, yang menilai langkah pemerintah daerah dalam menangani persoalan pajak belum menunjukkan komitmen serius, terutama terkait penundaan implementasi sistem tapping box di sektor kuliner dan perhotelan.
Kritik ini dilontarkan dalam rapat paripurna dengan agenda penyampaian pemandangan umum fraksi-fraksi DPRD terhadap Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2025 - 2029.
Dalam kesempatan tersebut, Fraksi Adem melalui juru bicaranya Bambang Kusmanto, menilai kebijakan penundaan sebagai bentuk inkonsistensi pemerintah daerah dalam memperkuat fondasi fiskal daerah.
“Retensi dari kalangan pengusaha memang harus dihitung, tetapi bukan berarti solusinya adalah mundur ke belakang. Penundaan tapping box bukan jawaban. Pemerintah harus hadir dengan pendekatan yang inovatif dan bisa diterima semua pihak,” tegas Bambang di hadapan forum legislatif.
Tapping box atau sistem pemantauan pajak digital berbasis real-time seharusnya menjadi alat bantu yang ampuh dalam mendongkrak PAD dari sektor-sektor produktif seperti restoran dan hotel. Namun, ketakutan akan resistensi pelaku usaha disebut menjadi alasan utama tertundanya penerapan sistem ini.
Padahal, tapping box telah terbukti efektif di berbagai daerah lain di Indonesia dalam menutup potensi kebocoran pajak dan meningkatkan transparansi transaksi usaha. Menurut Fraksi Adem, dengan pendekatan edukatif dan insentif, tapping box justru bisa memperkuat kepercayaan antara pemerintah dan pelaku usaha.
Lebih lanjut, Fraksi Adem juga mengajak pemerintah daerah untuk tidak terpaku pada sektor konvensional. Bambang menyoroti potensi panas bumi di kawasan Sekincau Selatan, yang selama ini belum tergarap optimal. Sektor ini dinilai bisa menjadi motor baru penghasil PAD jika ditangani dengan serius, terutama melalui kerja sama investasi yang transparan dan berkelanjutan.
Tak hanya itu, sektor pariwisata tematik juga menjadi sorotan. Dengan kekayaan alam dan budaya yang dimiliki Lampung Barat, destinasi wisata lokal bisa menjadi sumber pendapatan daerah yang menjanjikan. Namun, Fraksi Adem menyarankan agar pengelolaan destinasi tidak lagi sepenuhnya ditangani pemerintah, melainkan dikerjasamakan dengan pihak ketiga yang profesional melalui mekanisme tender terbuka.
“Pola pikir birokrasi konvensional harus diubah. Pariwisata butuh sentuhan bisnis, bukan hanya rutinitas anggaran. Serahkan pada ahlinya, tentu dengan kontrol yang jelas dan akuntabel,” tambah Bambang.
Tak berhenti di sektor ekonomi, Fraksi Adem juga mendorong transformasi digital dalam pelayanan publik, terutama yang terkait dengan perizinan, retribusi, dan pajak daerah. Menurut mereka, digitalisasi bukan lagi pilihan, tetapi keharusan untuk menciptakan layanan yang efisien, akurat, dan bebas dari praktik pungli.
Dengan sistem digital, seluruh proses bisa dilacak, dimonitor, dan dievaluasi secara real-time. Selain itu, masyarakat dan pelaku usaha akan merasa lebih nyaman karena tidak harus bersentuhan langsung dengan birokrasi berbelit.
“PAD yang kuat hanya bisa dicapai jika sistem yang menopangnya juga kuat. Dengan fiskal yang sehat, pemerintah daerah akan punya ruang lebih luas untuk membiayai program-program strategis yang langsung menyentuh masyarakat,” tutup Bambang.(lusiana)