Ancaman Penutupan Smelter China di Indonesia, Pemerintah Ingatkan Kewajiban Perusahaan

PT GNI-instagram@gni_hitz-
RADARLAMBAR.BACAKORAN.CO – Pemerintah melalui Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Yuliot Tanjung, menegaskan bahwa PT Gunbuster Nickel Industry (GNI) harus tetap memenuhi hak-hak karyawan jika benar-benar mengalami penutupan operasi.
Hal ini menyusul kabar gangguan produksi smelter perusahaan di Morowali Utara yang berpotensi menyebabkan penghentian kegiatan.
Pemerintah berencana melakukan evaluasi terhadap permasalahan yang dialami PT GNI, mengingat induk perusahaannya di China tengah mengalami kerugian besar.
Situasi ini memicu spekulasi bahwa faktor bisnis dan kondisi finansial perusahaan menjadi penyebab utama rencana penutupan.
Jika smelter benar-benar ditutup, perusahaan tetap berkewajiban menyelesaikan hak-hak pekerja.
Pemerintah menegaskan bahwa PT GNI tidak bisa mengabaikan tanggung jawabnya begitu saja tanpa menyelesaikan kewajiban yang ada.
Sebagai langkah antisipasi agar kejadian serupa tidak terulang di masa depan, pemerintah akan memperketat mekanisme pengawasan industri smelter.
Sistem pelaporan dan penegakan hukum akan diperkuat guna memastikan operasional perusahaan sesuai dengan regulasi yang berlaku.
Di sisi lain, industri baja tahan karat global juga tengah menghadapi tekanan besar. Jiangsu Delong Nickel Industry Co, salah satu produsen baja tahan karat terbesar ketiga di China, saat ini berada di ambang kebangkrutan.
Perusahaan ini memiliki beberapa anak usaha di Indonesia, termasuk PT Virtue Dragon Nickel Industry (VDNI), PT Obsidian Stainless Steel (OSS) di Konawe, Sulawesi Tenggara, serta PT GNI di Morowali, Sulawesi Tengah.
Ekspansi besar-besaran Jiangsu Delong di Indonesia berkontribusi terhadap kesulitan keuangannya.
Meningkatnya biaya operasional serta penurunan harga feronikel semakin memperburuk kondisi perusahaan.
Selain itu, usaha patungan di Indonesia yang dimiliki 48% oleh Jiangsu Delong turut menyebabkan kerugian finansial, dengan estimasi defisit tahunan mencapai 1,8-2,2 miliar yuan.
Kondisi ini menunjukkan tantangan besar bagi industri pengolahan nikel di Indonesia, terutama dalam menjaga keberlanjutan investasi asing tanpa mengabaikan hak tenaga kerja dan stabilitas sektor industri. (*)