Saham Tesla Anjlok, Elon Musk Murka Hingga Sebut Penasihat Dagang Trump Idiot

Foto: Presiden terpilih AS Donald Trump menyapa CEO Tesla dan pemilik X Elon Musk selama rapat umum sehari sebelum Trump dijadwalkan dilantik untuk masa jabatan kedua. Foto/REUTERS--
Radarlambar.bacakoran.co- Ketegangan antara CEO Tesla, Elon Musk, dan penasihat dagang mantan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, Peter Navarro, kian memanas.
Perseteruan ini mencuat ke publik seiring jatuhnya harga saham Tesla selama empat hari berturut-turut, menyusul pengumuman Trump tentang kebijakan tarif perdagangan baru yang mengejutkan banyak pihak di kancah global.
Melalui platform media sosial X, Musk melontarkan kritik tajam terhadap Navarro. Ia menyinggung latar belakang akademik Navarro dari Harvard dengan nada sarkastik, menyebut gelar PhD ekonominya sebagai hal yang tidak bermanfaat. Sindiran tersebut kemudian berkembang menjadi hujatan terbuka. Musk menyebut Navarro sebagai "idiot sejati", menanggapi pernyataan Navarro yang menyebut Tesla hanyalah "perakit mobil", bukan produsen otomotif sejati.
Dalam serangan verbal berikutnya, Musk menyebut Navarro lebih bodoh dari sekantong batu bata dan menambahkan bahwa penasihat dagang itu berbahaya karena ketidaktahuannya. Serangkaian pernyataan pedas ini menjadikan konflik Musk-Navarro salah satu konfrontasi publik paling keras antara tokoh industri dan sosok kunci dalam lingkar kekuasaan Trump sejak 2017.
Ketegangan ini mencerminkan kekhawatiran nyata Musk terhadap kebijakan dagang yang kini kembali mencuat dalam wacana pemilu AS. Meskipun kendaraan Tesla diproduksi secara lokal dan relatif aman dari tarif 25 persen untuk mobil impor, perusahaan tetap menghadapi lonjakan biaya akibat tarif terhadap bahan baku utama seperti baja dari Kanada, sirkuit cetak dari Tiongkok, dan komponen elektronik lainnya dari Meksiko.
"Tarif ini pada dasarnya adalah pajak permanen bagi konsumen Amerika," kata Kimbal Musk, adik Elon yang juga menjabat sebagai anggota dewan direksi Tesla. Ia bahkan menyindir Navarro sebagai “siswa C-minus yang bermain-main dengan isu serius.”
Respons Gedung Putih, melalui juru bicara Karoline Leavitt, cenderung meremehkan konflik ini. Ia menyebut perbedaan pandangan antara Musk dan Navarro sebagai hal biasa, dan membiarkannya berkembang di ruang publik. “Laki-laki ya seperti itu,” ujarnya ringan.
Sementara itu, dari sisi pasar, tekanan terhadap Tesla sangat nyata. Saham perusahaan tercatat anjlok hingga 22 persen dalam empat hari perdagangan terakhir, menyumbang penurunan sebesar 45 persen sejak awal tahun. Nilai kapitalisasi pasar Tesla menyusut lebih dari US$585 miliar, yang juga berdampak signifikan pada kekayaan pribadi Musk.
Tak hanya isu tarif, Tesla juga terpukul oleh data kinerja operasional. Perusahaan melaporkan penurunan pengiriman kendaraan sebesar 13 persen pada kuartal pertama 2025, jauh dari proyeksi analis pasar. Laporan ini memperburuk kepercayaan investor setelah Tesla mengalami kuartal terburuk sejak 2022.
Ironisnya, dalam pidatonya di Italia pekan lalu, Musk justru menyuarakan pandangan yang bertolak belakang dengan Trump. Ia mendukung terbentuknya zona perdagangan bebas antara Eropa dan Amerika Utara tanpa hambatan tarif. Pandangan ini menegaskan posisi Musk sebagai pengusaha global yang menolak proteksionisme dan lebih berpihak pada keterbukaan pasar.
Di tengah ketidakpastian global dan tekanan pasar yang meningkat, pertarungan antara kebijakan populis dan logika pasar kembali dipertaruhkan. Elon Musk, dengan segala kontroversinya, kini berdiri di garis depan menghadapi dampak riil dari kebijakan politik yang tak lagi sekadar wacana—melainkan telah menjadi ancaman nyata bagi industri otomotif masa depan.