Ribuan Pabrik Baju di China Terancam Gulung Tikar Akibat Tarif Donald Trump

Presiden Amerika Serikat Donald Trump. - Foto Net--
RADARLAMBAR.BACAKORAN.CO - Platform e-commerce asal China seperti Shein dan Temu berhasil menguasai pasar global berkat strategi menjual produk super murah langsung dari produsen ke konsumen. Tetapi kejayaan ini mulai terancam sejak perubahan kebijakan perdagangan Amerika Serikat.
Seperti Temu telah menghentikan iklan Google Shopping di AS awal April dan imbasnya langsung terasa yakni peringkat mereka di toko aplikasi anjlok drastis. Sementara itu Shein juga mulai merasakan tekanan hebat akibat perubahan kebijakan yang menguntungkan mereka sebelumnya, kini justru menghambat.
Shein sebelumnya diuntungkan oleh kebijakan de minimis di Amerika Serikat yang membebaskan pajak impor untuk barang senilai di bawah 800 dolar AS. Namun kebijakan ini kini dicabut dan tekanan bertambah dengan wacana tarif impor setinggi 145% yang kembali digaungkan oleh Donald Trump.
Kawasan selatan Guangzhou khususnya Distrik Panyu yang dikenal sebagai Desa Shein karena ratusan pabrik kecil memproduksi pakaian murah untuk Shein di sana. Tapi kini, pesanan menurun tajam, dan banyak pemilik pabrik mulai mempertimbangkan memindahkan produksi ke Vietnam demi menghindari beban tarif dan tekanan geopolitik.
Selama ini, Shein menjual hingga 30 miliar dolar AS per tahun dan mengandalkan pabrik-pabrik skala kecil di China yang bisa memproduksi item seperti crop top atau rok mini dengan cepat dan murah. Namun, sistem ini mulai retak. Sejumlah pelaku industri mengungkapkan bahwa Shein perlahan mengalihkan sebagian besar pesanan ke Vietnam, meskipun pihak perusahaan secara resmi menyangkal.
Ironisnya, strategi diversifikasi ini juga bukan tanpa risiko. Mendirikan fasilitas produksi di Vietnam bisa menghindari tarif tinggi dari AS, tetapi di sisi lain justru menambah biaya dan memperpanjang waktu produksi. Ini jelas bertentangan dengan model bisnis Shein yang selama ini menonjolkan kecepatan dan harga miring.
Shein diketahui masih menyiapkan IPO di London Inggris dan menggelontorkan investasi besar di China Selatan termasuk proyek rantai pasok baru di Guangzhou. Meski begitu, perusahaan juga diduga diam-diam mendorong pabrik besar untuk membuka cabang di Vietnam.
Beberapa pemilik pabrik yang terdampak menilai bahwa relokasi ke Vietnam tidaklah mudah. Selain keterbatasan produktivitas tenaga kerja sebabkan biaya operasional bisa lebih mahal dan kibatnya banyak yang kini dihadapkan pada pilihan sulit: tetap di China dan menghadapi kemungkinan bangkrut, atau pindah dan menanggung biaya serta risiko baru.
Di tengah ketidakpastian ini, masa depan industri pakaian murah buatan China tampak semakin suram. Jika Shein tak mampu beradaptasi dengan perubahan cepat ini, bukan tak mungkin kekuatannya di pasar global juga ikut goyah. (*)