Pembahasan RUU KUHAP Dipending, Kini DPR Buka Pintu Aspirasi Untuk Rakyat

Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman.//Foto:dok/net.--
Radarlambar.Bacakoran.co — Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI mengumumkan penundaan pembahasan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) dalam masa sidang kali ini. Keputusan tersebut disampaikan langsung oleh Ketua Komisi III DPR, Habiburokhman, dalam konferensi pers di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta.
Menurut Habiburokhman, alasan utama penundaan adalah waktu masa sidang yang relatif singkat, yaitu hanya sekitar 25 hari kerja. Biasanya, lanjut Habiburokhman masa sidang berlangsung hampir dua setengah bulan. Tapi kali ini hanya sekitar satu bulan, sehingga dikhawatirkan tidak memenuhi ketentuan tata tertib DPR yang mengatur durasi pembahasan undang-undang maksimal dua masa sidang.
Ia menegaskan bahwa pembahasan RUU KUHAP kemungkinan besar akan dilanjutkan pada masa sidang berikutnya yang memiliki waktu lebih longgar untuk melakukan kajian secara menyeluruh.
Meski demikian, Komisi III DPR tidak menutup pintu bagi partisipasi publik. Selama masa sidang, masyarakat diberikan kesempatan untuk memberikan masukan terkait substansi RUU KUHAP. Karena itu, pihaknya ingin memberi ruang lebih luas bagi publik untuk menyampaikan aspirasi. Selama satu bulan ke depan, pihaknya siap menerima masukan dari berbagai elemen masyarakat.
Lebih lanjut, ia menegaskan pembahasan RUU KUHAP nanti akan dilaksanakan secara terbuka dan partisipatif. Bahkan, kata dia transparansi sangat penting dalam proses legislasi agar masyarakat memahami dan terlibat aktif.
Habiburokhman juga bahkan menyinggung hasil survei dari Lembaga Survei Indonesia (LSI) yang menyatakan jika 70 persen masyarakat belum mengetahui rencana pembahasan RUU KUHAP. Hal itu dianggapnya wajar karena proses resmi pembahasan memang belum dimulai. Tapi, kata dai, cukup menggembirakan juga, karena 30 persen publik ternyata sudah tahu, padahal belum ada rapat resmi.
Penundaan ini sekaligus menjadi momentum bagi DPR untuk memperkuat komunikasi dengan publik dan memastikan bahwa reformasi hukum pidana prosedural ini benar-benar mencerminkan kebutuhan dan harapan masyarakat.(*)