Perundingan Nuklir Iran-AS di Roma: Tantangan dan Prospek Ke Depan

Perundingan Nuklir Iran-AS di Roma Tantangan dan Prospek Ke Depan. Foto/net--
Radarlambar.bacakoran.co -Pada Sabtu, 19 April 2025, Iran dan Amerika Serikat (AS) kembali mengadakan perundingan tertutup mengenai program nuklir Iran yang terus berkembang. Pertemuan ini berlangsung di Kedutaan Besar Oman, di kawasan Camilluccia, Roma, dan merupakan putaran kedua setelah pertemuan pertama yang digelar di Muscat pekan lalu.
Latar Belakang dan Pihak yang Terlibat
Perundingan ini digelar di tengah ketegangan geopolitik yang terus membayangi kawasan Timur Tengah, dengan konflik antara Israel dan Hamas di Jalur Gaza, serta serangan udara AS terhadap kelompok Houthi yang didukung Iran di Yaman. Kedua negara, yang telah bermusuhan sejak Revolusi Islam Iran 1979, kembali berusaha mencari titik temu dalam masalah yang sangat kompleks ini.
AS diwakili oleh Steve Witkoff, utusan Presiden Donald Trump untuk Timur Tengah, sementara Iran diwakili oleh Wakil Menteri Luar Negeri Abbas Araghchi. Perundingan ini difasilitasi oleh Menteri Luar Negeri Oman, Badr al-Busaidi, yang berperan sebagai mediator utama. Meskipun berada di lokasi yang sama, kedua pihak tetap melakukan perundingan secara tidak langsung, masing-masing di ruangan yang berbeda. Esmail Baghaei, juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran, menegaskan bahwa Iran tetap berkomitmen pada jalur diplomasi untuk mencapai penyelesaian damai.
Peluang dan Tantangan
Perundingan ini berlangsung dalam atmosfer yang penuh ketegangan. Witkoff sempat mengeluarkan pernyataan yang berbeda mengenai batas pengayaan uranium Iran, yang memicu reaksi keras dari Teheran. Iran menegaskan bahwa mereka tidak akan tunduk pada tekanan seperti yang terjadi di Libya, dengan Ali Shamkhani, penasihat Pemimpin Tertinggi Iran, menyatakan bahwa Iran menginginkan kesepakatan yang seimbang, bukan menyerah.
Selain itu, Iran juga menghadapi tekanan domestik yang meningkat, termasuk protes terkait aturan jilbab wajib dan masalah ekonomi seperti kenaikan harga bensin yang memicu kerusuhan. Situasi ekonomi Iran juga tidak stabil, dengan nilai tukar rial Iran yang mencapai 1 juta per dolar AS pada awal bulan ini. Namun, meskipun demikian, berita mengenai kelanjutan negosiasi ini memberikan sedikit penguatan bagi mata uang Iran.
Peran Pihak Ketiga dan Arah Pembicaraan
Rusia, yang terlibat dalam kesepakatan nuklir 2015, juga menjadi faktor penting dalam perundingan ini. Baru-baru ini, Araghchi melakukan kunjungan ke Moskwa, yang dipandang akan mempengaruhi arah pembicaraan. Dalam pernyataan terkait, Menteri Luar Negeri Italia, Antonio Tajani, menekankan bahwa perjanjian diplomatik harus dibangun dengan kesabaran, dialog, dan rasa saling menghormati, sebuah pendekatan yang dinilai penting dalam mengatasi ketegangan antara Iran dan AS.
Pesawat Airbus yang Tertahan dan Isu Sanksi
Sebagai tambahan, dua pesawat Airbus A330-200 bekas milik maskapai Hainan Airlines yang sebelumnya tertahan di Muscat, akhirnya mendarat di Teheran, meskipun pesawat tersebut mengandung komponen buatan AS, yang menurut sanksi AS, memerlukan persetujuan Washington. Hal ini belum mendapat tanggapan dari Departemen Keuangan dan Departemen Luar Negeri AS.
Kesimpulan
Perundingan di Roma ini bisa dianggap sebagai langkah kecil namun krusial menuju penyelesaian diplomatik yang lebih besar. Sementara itu, nasib kesepakatan nuklir masih belum jelas, dan tantangan besar masih dihadapi kedua negara dalam menemukan kesepakatan yang dapat diterima oleh semua pihak. (*)