Kenangan Keracunan Itu akan Tertanam Kuat di Otak

Ilustrasi keracunan makanan. Foto : freepik--
Radarlambar.bacakoran.co -Pernahkah Anda mengalami keracunan makanan, lalu seumur hidup menghindari makanan yang sama? Ternyata, pengalaman semacam itu tidak hanya melibatkan pencernaan, tetapi juga merupakan fenomena neurologis yang melibatkan bagian otak yang sangat dalam dan emosional.
Penelitian terbaru dari Universitas Princeton mengungkapkan bahwa satu pengalaman buruk dengan makanan bisa menciptakan ingatan jangka panjang yang mengubah kebiasaan makan seseorang secara permanen. Temuan ini menunjukkan bagaimana otak membentuk asosiasi yang kuat antara rasa dan rasa sakit, bahkan jika keduanya dipisahkan oleh jeda waktu.
Dalam eksperimen terhadap tikus, para peneliti memperkenalkan rasa baru, yaitu minuman beraroma anggur. Beberapa hari kemudian, ketika diberi pilihan minuman, tikus-tikus itu secara konsisten menghindari rasa yang sebelumnya "membuat mereka sakit," meskipun rasa sakit itu tidak langsung terjadi saat mencicipinya.
Kunci reaksi terseburt terletak pada amigdala sentral bagian otak dikenal memproses emosi seperti ketakutan. Amigdala ini aktif tidak hanya ketika tikus mencicipi rasa baru, tetapi juga ketika mereka merasa sakit, serta saat mengingat kembali pengalaman tersebut. Ini membuktikan bahwa otak mampu membentuk ingatan aversif yang kuat hanya dari satu pengalaman.
Penelitian menunjukkan adanya jalur komunikasi antara usus serta otak yang menjadi penghubung di proses tersebuit. Sel-sel di bagian belakang otak (hindbrain) menghasilkan protein tertentu yang mengirimkan sinyal ke amigdala. Bahkan ketika jalur ini distimulasi secara buatan tanpa membuat tikus merasa sakit, otak tetap mengingat rasa tersebut sebagai sesuatu yang tidak menyenangkan.
Temuan ini tidak hanya menjelaskan mengapa kita bisa mengalami trauma terhadap makanan tertentu, tetapi juga membuka pemahaman lebih dalam tentang bagaimana otak membentuk ingatan jangka panjang dari satu peristiwa. Dalam konteks lebih luas riset rttersebut memberikan wawasan berharga mengenai bagaimana trauma emosional termasuk PTSD, terbentuk serta mungkin suatu hari dapat diintervensi.
Melalui penelitian yang menghubungkan reaksi tubuh dan respons otak hingga ke level neuron individu, sains semakin mendekati pemahaman menyeluruh tentang bagaimana satu momen buruk bisa tertanam selamanya dalam ingatan. (*)